Lihat ke Halaman Asli

Memahami Sang Phenomenal Erianto Anas

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak bisa disangkal, sejak Kompasiana ini lahir, maka Erianto Anas adalah super starnya, dan seperti umumnya seorang super star maka banyak juga yang benCi dan iri kepadanya, apalagi bidang EA bukanlah dalam hal seni atau hiburan, namun dalam bidang agama. Bidang yang begitu hebat, malah lebih hebat dari Tuhan sendiri.

Fenomena EA dapat dilihat dari jumlah pembaca dan jumlah komentar di dalam setiap artikelnya. Yang aneh adalah bahwa saya tidak banyak membaca tulisannya, karena melihat dari judulnya saja, saya sudah bisa mengetahui apa yang ditulisnya di artikel. Judul yang bombastis dan provoking membuat banyak orang yang tidak paham hanya terpaku pada judulnya dan tidak melihat keluasan analisis dari seorang EA.

EA jelas seorang yang sangat cerdas dan kecerdasan itu membutuhkan ruang, dan terutama ruang etika. Tidak ada seorang yang cerdas yang tidak nyeleneh, karena kecerdasan akan memakai semua ruang yang ada dan malahan merubuhkan tembok2 yang membatasi pikiran dan ide mereka. Ini yang mungkin tidak dipahami oleh sebagian besar dari kompasianer.

Dunia pada setiap jamannya selalu dibelah oleh kaum modernis dan tradisionalis. Orang tradisional berusaha menjaga dan malahan menambah tembok2 masa lalu, sedangkan kau modernis berusaha melompati tembok2 itu, sedangkan yang jenius akan merobohkan sekalian tembok2 yang bagi mereka sangat menyesakkan karena sepeRti penjara bagi ide2nya.

Indonesia masih termasuk bangsa yang senang dengan yang lalu2, selalu terbuai dengan doktrin2 agama yang memabukkan akan masa lalu yang gemilang tapi sekarang kita berada di jurang kehancuran jika sumber daya alam kita habis. Lihat saja film2 kita, masih berjudul "berbagi suami", "perempuan bersorban", dan sejenisnya yang polanya masih tentang kawin paksa, anak tiri, perempuan dimadu, disaat di luar sana, perkawinan hanyalah komitmen hidup bersama dan kalau cerai bukan lagi hal yang ditangisi, karena tujuan hidup bukanlah beranak pinak, tapi lebih dipahami sebagai berkarya.

Jadi jangan heran kalau EA merasa sesak, EA merasa ingin berekspresi dan bereksperimen, tapi pikiran2 tradisional kita membunuh EA kalau merubuhkan tembok2 kenyamanan kita, persis seperti nabi2 diawal dari kelahiran agamanya. Jadi apa bedanya dengan jaman jahiliyah????????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline