Kami adalah pelanggan PDAM, SL. No. 200702777, di Jalan Borong Indah X, Perumahan Sefa Graha No. 8, Makassar. Rumah tersebut baru kami tempati mulai tanggal 01 Oktober 2010 dan pada tanggal 11 Okt 2010, kami menghadap ke PDAM DI Jln. DG Sirua karena mendapatkan tidak adanya METERAN AIR di rumah tersebut.Setelah menghadap, kami diminta membayar Rp. 640.200,- dan meteran pun dibuka kembali dengan pungutan liar untuk stop kran sebesar Rp. 200 ribu.
Pada tanggal 10 Nopember 2010, kami kembali ke kantor yang sama untuk membayar pemakaian selama bulan oktober 2010, dan kami kemudian disodori rekening tunggakan selama delapan bulan, mulai dari bulan Pebruari sampai dengan bulan September 2010 yang berjumlah Rp. 485 ribu oleh sdr Drs. Darwis Rapi. Kami tentu saja menolak, karena kami tidak pernah memakai air pada kurun waktu tersebut, namun Drs. Darwis Rapi mengatakan PDAM mengadakan kontrak dengan persil. Kami pun menanyakan kembali mengapa pencabutan meter dilakukan setelah delapan bulan, Drs Darwis Rapi kemudian mengakui bahwa ada keterbatasan staff untuk melakukan pencabutan meteran. Kami pun menjawab, jika terjadi keterbatasan staff, maka keterbatasan itu tidak dapat dibebankan kepada pemilik baru, dan kami menolak dan menyatakan secara tegas kepada Drs. Darwis Rapi TIDAK PUAS atas pelayanan PDAM. Pertama karena tidak menginformasikan kepada kami sebelumnya bahwa ada tunggakan dari pemilik lama, yang kedua adalah tidak diputusnya meteran setelah tiga bulan tunggakan.
Atas pernyataan TIDAK PUAS tersebut, Drs. Darwis Rapi terlihat tersinggung, dan kemudian mencari2 alasan untuk mencari persoalan, dengan memaksa kami duduk kalau berbicara. Kami tidak merasa seseorang harus duduk untuk berbicara dan tetap menyatakan TIDAK PUAS dan berjalan turun tangga. Drs. Darwis Rapi kemudian mengatakan akan memukul kami jika tidak segera turun, karena merasa tidak salah, kami menaiki tangga kembali dan Drs. Darwis Rapi datang menghampiri kami dengan memberi kesan akan memukul, tapi kami tetap tenang, yang akhirnya ada orang PDAM yang datang melerai. Kantor menjadi gaduh, dan kami menuruni anak tangga satu persatu, dan sebelum keluar dari kantor PDAM, kembali Darwis Rapi mendorong kami keluar dan mengatakan "kalau kamu sudah diluar kantor, saya akan pukul kamu". Kami pun melangkah keluar dari kantor dan mempersilahkan sdr Drs. Darwis Rapi untuk keluar, namun yang bersangkutan tetap tidak keluar.
Keesokan harinya, Drs Darwis Rapi menyuruh anak buahnya dengan surat SPK No. 55/TL/HL/Wil III/XI/2010, untuk mencabut meteran dan menutup aliran air. Dasar dari penutupan yang tercantum dalam surat tersebut adalah menunggak 8 bulan, padahal kami tidak pernah menunggak sebulanpun, dan malahan ingin membayar pemakaian bulan Oktober 2010.
Dari uraian di atas, kami mendapat gambaran bagaimana tatacara dan perilaku orang-orang PDAM jika pelanggan merasa tidak puas. Sikap-sikap arogan, sok kuasa, dan menyalahgunakan wewenang masih terasa sangat kental dalam mind-set pegawai negeri kita, padahal mereka lupa, bahwa rakyatlah yang membayar gaji para pegawai negeri ini dan PDAM itu adalah milik rakyat.
Kami menunggu jawaban dari Bapak Walikota Makassar, mengapa tidak dilakukan penutupan air dan pencabutan meteran setelah adanya tunggakan selama 3 bulan dan harus menunggu 8 bulan? Apakah dalam aturan PDAM, pelanggan yang tidak puas diancam akan dipukuli?
Demikianlah Surat ini atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih, dan mudah2an walikota Makassar membaca Kompasiana sebagai salah satu indikasi bahwa walikota makassar adalah walikota modern (bukan hanya tahu sms dan facebook).
Pelanggan PDAM, SL. No. 200702777 Jln Borong Indah X Per. Sefa No. 8 MAKASSAR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H