Lihat ke Halaman Asli

PETRUS PIT SUPARDI

TERVERIFIKASI

Menulis untuk Perubahan

Pasifika Nakun, Perempuan Papua yang Mendidik Generasinya di Pedalaman Asmat

Diperbarui: 17 Agustus 2019   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Pasifika Nakun. Dok. pribadi

"Guru orang asli Papua seringkali mendapat stigma malas mengajar. Saya mau mengajak dan berbagi dengan guru-guru orang asli Papua bahwa kami bisa melayani anak-anak Papua. Kami bisa rajin mengajar dan mendidik generasi Papua. Saya punya cita-cita supaya di SD Inpres Manepsimini, semua guru adalah anak-anak asli Papua supaya kami saling berbagi dan mendukung satu sama lain dalam mendidik anak-anak Papua," tutur Pasifika Nakun, pada Kamis, (16 Mei 2019).

Saat ini, sekolah dasar di tanah Papua, secara khusus di Asmat sedang mengalami krisis. Sekolah dasar di kampung-kampung terpencil tutup lantaran tidak ada guru yang betah tinggal dan mengajar anak-anak. 

Gedung sekolah dasar dipenuhi rumput dan hutan belukar. Anak-anak usia sekolah terlantar. Mereka tidak bisa mengenyam pendidikan sebagaimana anak-anak di pusat Distrik atau di kota Agats.   

Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa sekolah dasar di pedalaman Asmat yang dipimpin oleh anak-anak Papua sedang mati suri. Misalnya, di SD Inpres Sogoni dan SD Inpres Ambisu di Distrik Atsj. Demikian halnya, SD Inpres Buetkwar, Yuni, Beco dan Fakan di Distrik Akat. 

Sekolah-sekolah tersebut terpaksa tutup berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan karena kepala sekolah tidak ada di kampung. Demikian halnya, guru-guru yang ditempatkan di sekolah tersebut tidak mau tinggal di kampung. Mereka lebih memilih tinggal di Agats.

Meskipun demikian, tidak semua sekolah di pedalaman Asmat tutup. Stigma bahwa guru-guru asli Papua malas mengajar pun tidak seutuhnya benar. Sebab, di tengah rimba Asmat, tepatnya di kampung Manep dan Simini, Distrik Akat, guru Pasifika Nakun membuka sekolah setiap hari.  Ia bersama para gurunya tinggal di kampung Manep dan mengajar anak-anak Asmat.

"Sejauh pengalaman saya di kampung Manep dan Simini, orang tua tidak membawa anak-anak ke dusun. Orang tua pergi sendiri ke dusun, karena mereka melihat sekolah buka. Ada guru-guru di kampung yang mengajar. Tetapi, kalau sekolah tutup dan tidak ada guru di kampung, maka orang tua membawa anak-anaknya ke dusun. Jadi, tidak benar kalau kita salahkan orang tua bahwa mereka suka membawa anak-anak ke dusun," papar guru yang menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Inpres Syuru ini.

Pasifika menjelaskan bahwa kehadiran guru di kampung sangat berpengaruh terhadap keaktifan dan keterlibatan masyarakat di kampung, terutama orang tua dalam mendorong anak-anak ke sekolah. 

Menjadi guru di pedalaman Asmat tidak hanya mengajar anak-anak, tetapi juga mengurus Gereja, memimpin ibadah pada hari Minggu dan pada saat orang meninggal. Selain itu, guru harus terlibat di dalam seluruh kehidupan sosial di kampung.

"Kita menjadi guru di kampung terpencil, kita tidak hanya buka sekolah dan mengajar anak-anak. Kita harus terlibat dalam seluruh kehidupan masyarakat. Di Manep, saya pimpin ibadah pada hari Minggu. Kalau ada orang meninggal, saya juga pimpin ibadah pemakaman. Intinya, kita harus dekat dengan masyarakat di kampung," tegasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline