Lihat ke Halaman Asli

PETRUS PIT SUPARDI

TERVERIFIKASI

Menulis untuk Perubahan

Guru Romanus Meak, Sang Inovator di Lumpur Asmat

Diperbarui: 1 Juni 2018   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Romanus Meak, sang inovator di lumpur Asmat, kini menjadi pengawas SD di wilayah Distrik Unir-Sirau, Kabupaten Asmat | Dokpri

Asmat terkenal karena ukirannya memesona. Di atas hamparan sungai dan rawa, orang Asmat hidup berpindah-pindah dari satu bevak ke bevak lainnya. Mereka mengambil makanan yang tersedia di alam: sagu, ikan, kepiting, sayur dan berbagai jenis binatang seperti babi hutan dan kuskus.

Sebagian besar wilayah Asmat diliputi rawa dan sungai. Apabila air pasang, maka seluruh permukaan tanah tergenang air. Kondisi tanah berlumpur sehingga usaha pertanian belum mengalami kemajuan. Sayur dan buah-buahan didatangkan dari Timika dan Merauke.

Medan Asmat yang diliputi rawa-rawa dan sungai selalu menjadi tantangan bagi pembangunan di Kabupaten Asmat.

Dunia pendidikan sebagai pusat transformasi sosial pun sedang redup. Belum banyak guru mau berinovasi "mengalahkan" tantangan alam dan geografis Asmat. Keluh kesah, rintihan dan berbagai alasan terlontar mengungkapkan ketidakberdayaan menghadapi manusia Asmat dengan budaya dan alamnya.

Di tengah berbagai tantangan terebut, Romanus Meak, guru di SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri berinovasi. Ia membuka kebun pertanian di area sekolah. Luasnya mencapai 4 hektar. Ia menggali kolam-kolam berukuran besar. Tanah hasil galian, ditimbun di sekitar kolam.

Di atas gundukan tanah itulah, ia menanam berbagai jenis sayur-mayur dan buah-buahan. "Pada saat musim angin Barat, tanah-tanah di pinggir kolam dinaikkan ke atas bedeng. Tanah-tanah itu mengandung unsur garam sehingga hanya bisa ditanami petatas. Setelah itu, baru bisa ditanami sayur dan buah-buahan," ungkap pria yang lahir di Sikka, Maumere 55 tahun silam ini.

Pada hamparan kebun terdapat bedeng-bedeng yang siap ditanami sayur dan buah-buahan. Lebar parit adalah dua meter. Di antara parit-parit itu, bedeng adalah dua meter.

Inovasi guru "gila" ini dimulai sejak tahun 2009, setahun setelah dirinya mulai bertugas di Kampung Yufri. Ia mengajak para guru dan masyarakat sekitar membuat kolam ikan. "Awalnya, saya mulai beberapa kolam. Di pinggir kolam, saya tanam pisang," tuturnya sembari menunjuk ke arah timur kebun.

Ia meneruskan cerita. "Pada waktu itu, ada teman guru orang Jawa. Dia punya teman orang Dinas Perikanan, yang meminta kami untuk mendampingi masyarakat membuat kolam ikan. Saya menerima tawaran itu. Saya membuat kolam ikan. Tetapi, saya lihat, ikan-ikan tersebut tidak memiliki pasaran. Saya lebih fokus ke tanaman pertanian," kisahnya. Ia menceritakan bahwa para guru yang dulu membantu dirinya sudah pindah ke SD Inpres Beriten dan SD Inpres Waganu.

Kolam ikan di kebun sekolah SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri, 25 Mei 2018

Berjalan mengitari area pertanian SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri serasa tidak berada di Asmat. Bedeng-bedeng besar berukuran lebar mencapai tiga meter dan panjang puluhan meter ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan dan sayur. Sedangkan di dalam kolam berukuran 20x30 meter yang berjejer terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan nila dan bandeng.

Apa sebenarnya yang mendorong lelaki asal Sikka, Maumere ini berinovasi di lumpur Asmat? Ia menjelaskan bahwa dirinya membuka usaha pertanian di lingkungan SD YPPK St. Yohanes Pemandi, Yufri untuk mendorong masyarakat Asmat bercocok tanam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline