Hijrah dan piagam Madinah.
- Latar Belakang Hijrah
Hijrah bermula dari nabi Muhammad yang selama 13 tahun hidup di kota Makkah, bersama pengikutnya, dimana saat di kota ini, mereka sering mengalami cobaan besar dan siksaan yang sangat pedih, hak kemerdekaan mereka dirampas, diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan pedih berupa dera cambuk sangat meresahkan para pengikutnya. Mereka disiksa dengan dipanggang menggunakan kabel serabut yang dililitkan di badan mereka dengan alasan karena tidak mau tunduk kepada selain Allah, seperti sahabat Bilal bin Rabah, disiksa oleh Umayyah bin Khalaf untuk meninggalkan agama tauhid, namun Bilal tetap teguh mempertahankan keimanannya. Itulah tekanan yang sangat dahsyat dan mengerikan yang dialami Rasulullah beserta pengikutnya selama menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di tengah-tengah kaum mushrikin Quraysh Makkah.[1]
- Hijrah ke Madinah
Setelah Bai'atul Aqabah kedua dan semakin banyaknya penduduk Madinah yang menerima agama islam, Rasulullah bersama para sahabatnya mulai merencanakan untuk hijrah ke Madinah, namun beliau tidak mengambil keputusan sebelum memperoleh kepastian yang jelas melalui wahyu yang membawa perintah ilahi. Pada saat beliau memikirkan rencana untuk berhijrah dan menantikan perintah Allah, turunlah wahyu yang memerintahkan beliau supaya meninggalkan kota Makkah menuju Yathrib atau Madinah, Beberapa hari setelah turunnya ayat ini, Rasulullah memerintahkan para sahabat di Makkah untuk bergabung dengan kaum muslimin lain di Madinah. Rasulullah mengingatkan agar mereka berhati-hati ketika meninggalkan Makkah, tidak bergerombol dan menyelinap di waktu malam atau siang hari, agar jangan sampai diketahui kaum mushrikin Quraysh. Atas dasar perintah Rasulullah itu para sahabat berangkat ke Madinah di malam yang sunyi, ada yang secara perorangan, ada yang bersama keluarga atau beberapa teman. Keberangkatan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah bukanlah perkara yang gampang dan mudah. Karena kaum mushrikin Quraysh dengan berbagai cara tetap berusaha dan menghalangi dan mencegah.
Kaum mushrikin Quraysh menghadapkan kaum muslimin kepada berbagai macam cobaan berat, tetapi hal itu tidak menggoyahkan niat kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. Di antara kaum muslimin itu ada yang terpaksa berangkat seorang diri meninggalkan anak dan isteri di Makkah seperti yang dilakukan oleh Abu Salamah. Ada pula yang terpaksa berangkat meninggalkan mata pencarian dan semua harta benda yang dimilikinya seperti Shuhaib bin Shinan. Berangkat pula sahabat-sahabat Rasulullah lainnya untuk berhijrah ke Madinah seperti, Umar bin Khaab, Talhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Awf, Zubair bin Awwam, Uthman bi Affan, Abu Hanifah dan sahabat-sahabat yang lainnya. Sejak saat itu berturut-turut kaum muslimin berangkat hijrah ke Madinah meninggalkan kampung halaman. [2]Selain beberapa orang muslim yang ditahan dan dianiya oleh mushrikin Quraysh tidak ada lagi sahabat Rasulullah yang tinggal di Makkah kecuali Ali bin Abi alib dan Abu Bakar bin Abu Quhafah, dua sahabat Rasulullah yang memang sengaja tetap tinggal untuk sementara di Makkah menemani Rasulullah.
- Piagam Madinah
Istilah piagam Madinah atau dalam bahasa Arab mitlaq al-Madinah adalah sebutan bagi shahifah yaitu suatu lembaran yang tertulis atau kitab yang tertulis oleh Nabi Muhammad SAW. Kata piagam berarti setiap surat atau dokumen resmi seperti perjanjian, persetujuan, penghargaan, konstitusi dan sejenisnya yang berisi tentang pernyataan suatu hal disebut piagam (charter). [3] Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa konstitusi merupakan bagian dari bentuk piagam. Sebelum terbentuknya negara Madinah, Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat melalui perjanjian tertulis bersama kelompok-kelompok sosial di Madinah, dengan tujuan untuk menjamin hak-hak mereka, menetapkan kewajiban mereka, menetapkan hubungan baik dan kerja sama serta hidup berdampingan damai diantara kelompok sosial politik. Akhirnya Nabi Muhammad berhasil membuat pernyataan tertulis melalui piagam Madinah. Terdapat 14 prinsip yang dibangun dan terangkum dalam butir butir piagam yang terdiri 47 pasal. Prinsip-prinsip tersebut adalah persamaan, umat dan persatuan, kebebasan, toleransi beragama, tolong-menolong dan membela yang teraniaya, musyawarah, keadilan, persamaan hak dan kewajiban, hidup bertetangga, pertahanan dan perdamaian, amar maruf nahi munkar, ketakwaan dan kepemimpinan yang terangkum dalam butir piagam madinah tersebut. [4] Lebih lanjut Muhammad Khalid merumuskan 8 prinsip dalam Piagam Madinah, antara lain:[5]