Siapa yang tak kenal Bali? Semua pasti mengenalnya, dari anak kecil hingga dewasa, dari dalam negeri hingga ke mancanegara pasti mengenalnya.
Beragam pesona wisata dijumpai di provinsi yang memiliki kurang lebih 4,2 juta penduduk tersebut. Salah satunya adalah pesona budaya.
Kekuatan masyarakat Bali dalam memelihara dan mempertahankan budaya menjadi magnet yang memikat wisatawan lokal dan mancanegara untuk berbondong-bondong ke Pulau Bali, yang dikenal juga dengan pulau para dewa atau Pulau Dewata tersebut.
Minggu, 24 Maret 2019, penulis dan beberapa teman sempat mengunjungi beberapa obyek wisata di Bali. Salah satu obyek yang dikunjungi adalah Obyek Wisata Uluwatu atau Puncak Luhur di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Memasuki obyek wisata uluwatu pengunjung membayar karcis masuk sebesar Rp. 20.000/orang. Dan petugas memberikan kain warna kuning untuk pengunjung pria dan warna ungu untuk wanita.
Pada jalan masuk, kami menemukan hutan dengan pepohonan rindang. Hutan-hutan ini dihuni kera-kera khas Bali. Sore itu, kami tak sendirian. Ribuan wisatawan lokal dan manca negara mengunjungi tempat itu.
Pura Uluwatu sendiri terletak pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut. Di depan pura terdapat hutan kecil yang disebut alas kekeran, berfungsi sebagai penyangga kesucian pura.
Mengutip wikipedia, pura yang terletak di ujung barat daya pulau Bali di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut ini merupakan Pura Sad Kayangan yang dipercaya oleh orang Hindu sebagai penyangga dari 9 mata angin.
Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta suci dari abad ke-11 bernama Empu Kuturan. Ia menurunkan ajaran Desa Adat dengan segala aturannya.