Pemulihan ekonomi selepas pandemi Covid-19 menjadi salah satu proses yang krusial. Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo pernah mengungkap besarnya jumlah tabungan masyarakat di perbankan hingga akhir 2022 lalu. Menurutnya, jika dibiarkan begitu saja, kondisi ini tidak baik bagi upaya membangkitan kembali perekonomian Indonesia.
Agar ekonomi negara kita dapat tumbuh, diperlukan suatu perputaran ekonomi. Untuk itu, alih-alih mengendapkan uangnya di bank, konsumsi masyarakat harus ditingkatkan. Selain mendorong perekonomian secara umum, peningkatan belanja masyarakat akan berpengaruh pula pada penerimaan pajak mengingat barang atau jasa yang ditransaksikan bisa saja termasuk dalam objek pajak.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa bagi perorangan atau badan dan dijamin oleh undang-undang untuk keperluan negara demi mewujudkan kemakmuran rakyat. Pajak pun memiliki peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan perekonomian negara kita.
Dengan empat fungsinya, yaitu fungsi anggaran, fungsi mengatur, fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan, pajak dapat dipergunakan untuk mewujudkan stabilitas ekonomi di Indonesia. Berbicara mengenai stabilitas ekonomi, istilah ini merujuk pada suatu kondisi ketika indikator makroekonomi yang meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, pendapatan per kapita, dan angka pengangguran bergerak ke arah yang menguntungkan dan tidak banyak berubah dari waktu ke waktu.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi akan berimplikasi pada peningkatan penerimaan pajak. Optimalisasi penerimaan pajak ini, dengan empat fungsinya, akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, mengendalikan tingkat inflasi, mewujudkan pemerataan pendapatan, dan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Jika kita cermati, implikasi-implikasi tersebut merupakan indikator-indikator makroekonomi. Dengan demikian, dapat kita pahami bersama bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara tingkat konsumsi masyarakat, penerimaan pajak, dan stabilitas ekonomi.
Kembali pada pembahasan mengenai upaya peningkatan konsumsi masyarakat di Indonesia, Presiden Jokowi pernah menyarankan agar masyarakat membelanjakan uangnya untuk sekadar makan di warung atau melarisi pedagang kaki lima, membeli kaos, dan menghadiri acara olahraga, termasuk pertandingan sepak bola. Bahkan, dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi mendorong masyarakat agar menonton konser-konser yang akan diadakan di Indonesia.
Berbicara mengenai konser, kita tahu bahwa pada bulan November mendatang, salah satu grup band asal Inggris, Coldplay, akan hadir dan tampil di Jakarta, sebagai bagian dari tur internasionalnya. Grup band satu ini memang mempunyai banyak sekali penggemar. Pasalnya, lagu-lagu Coldplay memang enak didengar. Album keluaran Chris Martin dan kawan-kawannya ini juga menjadi inspirasi bagi banyak orang. Maka dari itu, tak heran jika tiket konser Coldplay di Jakarta ini langsung ludes terjual tak lama setelah penjualannya dibuka.
Memang, terdapat kontroversi akibat maraknya calo yang membuat tiket konser Coldplay semakin sulit untuk diperoleh. Belum lagi dengan munculnya kabar mengenai konser enam hari Coldplay di Singapura yang membuat penggemar asal Indonesia merasa iri. Namun, kita tidak akan membahas persoalan-persoalan tersebut. Karena kita sedang membahas ranah ekonomi, aspek perpajakan dalam penjualan tiket konser Coldplay di Jakarta menjadi salah satu topik yang dapat kita dalami.
Perlu kita ketahui bersama bahwa sistem perpajakan di Indonesia membagi jenis pajak berdasarkan kewenangan pemungutnya menjadi dua, yakni pajak pusat dan pajak daerah. Salah satu jenis pajak pusat ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pemberlakuannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berdasarkan undang-undang tersebut, konser Coldplay termasuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan yang penjualan tiketnya tidak dikenai PPN. Namun, bukan berarti para penggemar dan masyarakat yang ingin membeli tiket konser Coldplay terbebas dari tarif pajak.
Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, konser Coldplay tetap dikenai pajak karena termasuk dalam kategori barang dan jasa tertentu. Akan tetapi, kewenangan pemungutannya dimiliki oleh pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat.