Anak dalam keluarga seharusnya menjadi bintang yang terang menerangi keluarga, juga sejatinya menjadi tanaman yang harus dirawat setiap hari. Namun yang banyak terjadi akhir-akhir ini, apakah bintang masih tetap bersinar? Apakah tanaman masih bisa hijau bertumbuh dan berkembang?
Siang itu, dua orang anak yang masih ingusan tiba-tiba melompat naik ke dalam bis kota yang ku tumpangi. Segera mereka bergegas memasang aksi dan siap melantunkan sejumlah lagu. Mereka adalah dua pengamen cilik.
Usai menyanyi satu lagu, seorang diantaranya diam, dan giliran kawannya bernyanyi solo di bawah lantunan botol air mineral yang terisi beras.
"Dik, kok ndak sekolah?", tanyaku kepada anak yang tak bernyanyi itu.
"Ndak punya uang oom...", jawabnya singkat, sambil menyapu pandangannya ke sekeliling.
"Trus, kamu kok ndak di rumah aja...?", tanyaku lagi karena penasaran, kok anak sekecil itu bisa ada di kerasnya jalan ibukota ini.
"Cape oom, dimarahin terus sama ibu..."
Tak lama kawannya usai bernyanyi, lawan bicara cilikku itu melengos pergi tanpa pamit. Aku ikuti mereka, dan akhirnya bisa duduk di bawah pohon dekat warung rokok, sambil menyeruput minuman. Anak itu pun menjawab sejumlah tanya yang aku sampaikan lebih lanjut...
Adiknya 3 masih kecil-kecil, kakaknya 2 juga turun ke jalan. Dua adiknya ikut ibunya mengemis, satu lagi ikut bapaknya juga mengemis. Sedangkan dia sendiri mengamen bersama seorang kawan. Hari-harinya diisi dengan kegiatan di jalan raya. Kadang dikejar Tramtib, kadang dipalak preman. Namun saat ini tidak seperti dahulu, 2 tahun lalu ketika ia mulai turun di jalan di sekitar Tugu Pak Tani. Tidak banyak yang ia dapat, bahkan sepekan ia tak pernah berjumpa uang. Itu semua mungkin saja merupakan dampak dari larangan pemerintah untuk memberikan sesuatu kepada para fakir miskin yang ada di jalanan. Memprihatinkan memang... dilarang tapi tidak diberi solusi mesti bagaimana, yang ada di benaknya hanya satu, bertahan hidup, dan bertahan hidup berarti tetap ada di jalanan...
Sementara, keluarga pun tak kunjung memberikan solusi. Ayah dan ibu cenderung membiarkan ia tetap ada di jalan, bahkan kalau pulang tak bawa uang, ia mendapat cacian dan makian. Ia tetap ada di jalan hingga kini dengan membawa satu kegelisahan:
"Ayah, ibu,... apa sebenarnya tujuan kalian mempertemukan sperma dan sel telur, hingga terlahir aku???"