Apakah "Indonesia" sebagai sebuah "nasional" itu ada?
Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia :
na·si·o·nal a bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dr bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa: cita-cita --; perusahaan --; tarian --;
me·na·si·o·nal v menjadi nasional: aspirasi masyarakat tertampung dl satu wadah hukum yg ~;
me·na·si·o·nal·kan v membuat menjadi nasional;
pe·na·si·o·nal·an n proses, cara, perbuatan menjadikan bersifat nasional: agar diperjuangkan ~ buruh pd perusahaan asing;
ke·na·si·o·nal·an n sifat dsb yg ada pd bangsa; kebangsaan
Saya bertanya hal-hal apakah dari Indonesia yang dapat dikatakan "nasional" ?
Hal pertama adalah KTP. Saya bisa mendapatkan KTP kemanapun saya pergi di negara kepulauan raksasa ini, dan saya menjadi "warga" lokal. Kedua, bahasa, kemanapun saya pergi pasti bisa berkomunikasi dengan setiap orang menggunakan bahasa berakar Melayu, bahasa Indonesia, meski dialek berbeda. Ketiga, kurangnya (jika tak berani berkata tidak ada) penolakan sebagai "orang asing".
Hal-hal dasar di atas berdampak ke banyak hal lainnya misalnya hak mencari kerja, hak politik, hak mendapat perlindungan keamanan, hak beribadah, dll.
Tetapi ketika bergerak ke hal yang lebih luas seperti kesempatan kerja, kesempatan karir, kesempatan berusaha, perlakuan sama dalam kesempatan-kesempatan tersebut, maka mulai muncul "barrier sosial", yang berlawanan dengan pengertian "nasional" di atas.
Negara besar Indonesia memiliki banyak sekat sosial yang tak terlihat. entah bagaimana terbentuknya sekat itu, tetapi keberadaannya disadari dan dipertahankan dalam struktur masyarakat. Angkatan Bersenjata republik ini menggunakan struktur budaya Jawa, yang dikuasai menggunakan logika dan perangkat budaya Jawa. Pemilihan "anak buah" "penerus" "pengganti" di kalangan perwira cenderung mempertahankan hegemoni budaya Jawa. Fakta letak sekolah perwira semua ada di pulau Jawa akan selamanya mempertahankan pola tersebut. Sebagai pembenaran yang melegakan secara "nasional", hanyalah satu-satunya "statistik". Dengan statistik, para penganut hegemioni budaya Jawa akan merasa lega ada 10% Jenderal Kristen, ada "perwakilan etnis China", ada "orang Sumatera" di posisi pimpinan ABRI, dst.
Sehingga jika "logika statistik" yang digunakan sebenarnya suatu bukti kuat ketiadaan apa yang disebut "nasional" dalam sistem demikian.
Namun "hipotesis" ini kebetulan menimpa budaya Jawa, karena republik ini dibangun dari bekas kekuasaan kolonial yang berbasis memang di tanah Jawa. Seandainya warisan kolonial Belanda itu direbutnya di Jayapura, mungkin kisahnya lain lagi.
Demikian juga dalam dunia usaha, ada istilah "dikuasai China". Suku bangsa etnis China yang suka berdagang, secara natural menguasai semua rantai perdagangan mulai dari hulu ke hilir. Yang punya pabrik mie itu perusahaan konglomerat China, yang mempunyai perusahaan distribusi itu etnis China, para distributor itu milik etbnis China, dan toko-toko itu muluk etnis China, hanya warung indomie yang milik mpok-mpok Betawi.