Lihat ke Halaman Asli

Feminism dan Kartini, Tidak Sulit Menjadi Seorang Feminist

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya jadi ikut-ikutan latah menulis artikel dalam rangka hari Kartini. Sudah beberapa artikel mengenai Kartini yang saya baca di Kompasiana. Isinya bagus-bagus semua, dan banyak artikel ditulis oleh kaum lelaki yang sangat perhatian kepada kaum perempuan di Indonesia. Saat kita berbicara mengenai Kartini, terkadang muncul istilah feminism. Sayang sekali, istilah ini seperti tabu dibicarakan di Indonesia, terutama bagi kaum pria. Karena dianggap terlalu ekstrim, lantas banyak kaum pria yang menyalahkan “bangsa barat” karena sudah menyebarkan pemikiran ini. Sebagai seorang feminist, saya ingin mencoba memberikan pengertian mengenai arti sebenarnya dari Feminism (berdasarkan pengetahuan saya yang à la kadarnya). Pemikiran ini tidak 100% berasal dari barat, perempuan di seluruh dunia sudah memberikan banyak kontribusi dalam pemikiran feminism. Sebenarnya paham ini sangat mudah untuk dimengerti dan tidak perlu ditakuti. Dari sebuah group diskusi mengenai feminism yang saya ikuti, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan agar kita bisa melihatnya dari sisi positif. Masih banyak kesalahan persepsi terhadap feminism, baik dari kaum perempuan dan laki-laki.

Feminism bukan ide untuk membenci kaum laki-laki

Banyak perempuan yang sakit hati dengan lelaki dan membenci lelaki, lantas menamakan dirinya sebagai feminist. Harap anda ketahui bahwa feminism bukanlah paham untuk menjadi men-haters (pembenci kaum lelaki). Mereka yang menyatakan bahwa dirinya adalah feminist dan pembenci kaum lelaki bukanlah feminist yang sebenar-benarnya. Feminist yang sebenar benarnya melihat kaum laki-laki sebagai partner untuk saling mengisi dalam kehidupan berumah tangga (dengan suami) atau dalam lingkungan kerja (dengan rekan kerja).

Feminism bukan gerakan sejumlah orang yang tidak ingin punya anak dan tidak ingin menikah

Feminist disalah artikan sebagai kaum perempuan yang tidak ingin menikah, tidak ingin punya anak dan hanya fokus dalam berkarir. Semua wanita punya hak dalam kehidupannya. Banyak perempuan yang berfokus pada karir dan banyak pula feminist yang ingin berkeluarga dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada keluarga serta ikut berperan dalam pendidikan anak. Perempuan harus pintar! Kenapa? Karena perempuan berperan penting dalam pendidikan anak. Itulah salah satu ide feminism yang terdapat di “letters of a Javanese Princess”.

Bila ingin merubah suatu bangsa, ubahlah perempuannya. Semakin sehat perempuan, semakin sehat suatu bangsa. Semakin pintar perempuan, semakin pintar juga suatu bangsa (karena ibulah yang memberi contoh kepada anak bagaimana cara belajar dan bersikap)

Feminism bukan gerakan yang menyerukan bahwa perempuan harus lebih berkuasa dibandingkan laki-laki

Beberapa aktivis feminist radikal sudah membuat pria-pria “kepayahan” dan ketakutan karena paham ini dianggap menyerukan bahwa perempuan harus lebih “berkuasa”. Arti dari feminism sebenarnya adalah agar perempuan harus pintar dan mandiri karena peranannya sangat besar bagi keluarga dan suatu bangsa. Perempuan harus mandiri, karena dengan kemandirian mereka dapat menentukan apa yang terbaik bagi dirinya dan tidak terlalu bergantung kepada kaum lelaki (karena bekerja banyak kaum perempuan yang bisa memberi bantuan financial bagi keluarga dan meringankan beban suami). Besarnya kepintaran dan kemandirian, tergantung pada bidang keilmuan masing-masing.

Feminist bukan para perempuan yang mengekspose tubuhnya untuk kepentingan eksploitasi dan birahi semata

Perempuan mempunyai hak terhadap tubuhnya, tapi bukan berarti perempuan yang berpakaian seksi untuk kepentingan eksploitasi semata adalah bagian dari feminist. Karena perempuan bukan objek atau mainan untuk kepuasan semata.

Dan yang terakhir….Feminist bukan hanya perempuan

Banyak kaum laki-laki yang pro terhadap hak-hak kaum perempuan dan amat sangat peduli dengan nasib perempuan di dunia. Mereka juga disebut sebagai feminist. Saya sangat terkesan dengan opini Pramudya Ananta Toer mengenai wanita Indonesia. Dalam salah satu wawancara yang saya baca di sebuah website, beliau berkata bahwa Perempuan Indonesia adalah perempuan yang kuat. Itu sebabnya di sebagian besar karyanya, beliau menggambarkan sosok perempuan yang pandai dan kuat mentalnya. Semua sifat-sifat wanita yang hebat di bukunya terinspirasi dari sosok Kartini dan sosok ibunya sendiri.

Inti dari feminism adalah bagaimana perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengembangkan diri. Hal ini bisa diartikan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Dalam feminism, perempuan memiliki hak untuk berkontribusi dan menjadi ahli dalam keilmuan masing-masing bagi kemajuan bangsa. Feminism tidak seburuk apa yang dibayangkan kaum pria. Hanya kaum pria yang tidak percaya pada kemampuan diri sendirilah yang takut akan faham ini. Dan hanya kaum wanita yang “tidak mengerti”lah yang menggunakan feminism untuk menjadikan dirinya musuh bagi kaum pria atau bahkan musuh bagi kaumnya sendiri.

Ayah saya adalah seorang feminist, karena beliau memberikan kesempatan bagi saya sebagai anak perempuan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan abang saya. Hal ini semata-mata karena ayah melihat bahwa saya punya potensi dan pantas (You get what you deserve, ujarnya). Beliau sangat mengerti bahwa perempuan juga bisa “kuat”, seperti besarnya perjuangan nenek saya (ibunya) dalam mencari nafkah bagi paman dan ayah saya saat kakek berlayar jauh dan hanya datang satu tahun sekali (bahkan lebih jarang dari itu). Saya juga punya banyak teman pria yang pro terhadap feminism. Yang mengakui dan memberikan apresiasi terhadap kecakapan perempuan dalam bekerja dan belajar.

Tidak harus “European minded” (berpikir seperti orang Eropa) untuk menjadi seorang feminist. Bila anda benci dengan barat, tidak perlu lantas benci dengan feminism. Dengan pro terhadap hak-hak kami serta menghormati keberadaan dan kemampuan kami, anda adalah seorang lelaki pro-feminism. Tidak sulit bukan menjadi seorang feminist?

@+,

P’tite Courgette

Note: Maaf tulisan ini memang sedikit kontroversial. Pengetahuan saya mengenai faham ini memang tidak banyak. Bila ada kompasiana yang lebih mengerti arti feminism dibandingkan saya, amat sangat senang rasanya mendapat informasi tambahan. Harap artikel ini dijadikan bahan diskusi yang positif, bukan diskusi yang tidak ada ujungnya hanya untuk kepentingan ego semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline