Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seolah yang paling berkuasa, seolah pemegang teguh tahta teratas dari satu bagian kecil ataupun besar. Seolah memiliki semuanya yang tidak dimiliki beberapa orang yang berada dalam genggamannya. Seolah telah memiliki apa yang setiap manusia butuh dan inginkan. Seolah sebagai manusia yang dapat dipercaya sanggup mendamaikan. Seolah sanggup memberikan penghidupan yang layak bagi (lagi-lagi) orang yang dibawah kepemimpinannya. Seolah menentukan hari ini akan berlangsung seperti apa. Seolah yang memberi hidup dan mati. Seolah memberi setiap hirup nafas. Seolah mendetakkan setiap jantung umatnya. Seolah turut andil dalam setiap kedip kelopak. seolah sanggup mengikuti laju darah dalam tubuh. Seolah sanggup menerjemahkan apa arti hidup yang terbenar dalam dunia yang serba semu ini. Padahal tak juga. Bahkan sama sekali tidak. Pemimpin adalah yang terpilih untuk mencari setiap jalan keluar maupun jalan tengah di setiap kemelut yang terjadi dalam bersosialisi. Melayani setiap susah yang diderita umatnya. Menyelaraskan setiap tujuan yang kan dicapai bersama-sama. Jelas bukan dasar atas tujuan pribadi. Pemimpin hanya menyuarakan setiap rintih golongannya. Tak lebih sebagai penopang dagu masyarakat. Seharusnya memang tidak ada jarak di antaranya. Tidak ada kemewahan sendiri-sendiri, yang ada berupa kebersamaan menopang sama rata. Tidak ada tembok-tembok yang membatasi antar manusia. Tidak ada yang di tempat tinggi dan di tempat rendah. Semua sama. Berhati-hati ketika menjadi orang kaya (karena berhasil menjadi pemimpin), pun sebaliknya jika menjadi orang miskin. Tidak ada yang salah dengan orang kaya, pun tidak ada yang salah dengan orang miskin. Semua tergantung bagaimana kita berlaku sebagai manusia selayaknya utusan di muka bumi ini. Tidak iri kepada orang kaya yang memiliki segala keduniawian. Tidak pula iri kepada orang miskin yang terkadang memiliki rasa syukur yang lebih. Tidak menyalahkan dunia yang memang seperti ini adanya. Tapi salahkan diri kita sendiri yang tidak menjalani hidup di dunia sesuai dengan perannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline