Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Muhammad Lutfi berencana ingin mengimpor beras ditengah berlangsungnya panen raya dibeberapa daerah di Indonesia. Petani dan pengusaha beras dianggap dirugikan karena rencana yang akan dilakukan oleh Muhammad Lutfi sebagai menteri Perdagangan.
Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Jakarta Billy Haryanto mengkritik atas rencana yang akan dilakukan oleh Muhammad Lutfi. Menurutnya keputusan untuk tetap mengimpor beras menunjukan bahwa pemerintah seperti tidak peduli terhadap para petani lokal. “Kalau saya jadi beliau, lebih terhormat mundur. Demi petani. Semoga beliau dikasih kesehatan selalu.” Lanjutnya dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (24/3).
Kritik juga datang dari mantan wakil Walikota Surabaya Bambang DH, menurutnya kondisi ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok Januari sampai Mei 2021 sudah melebihi dari yang diperkirakan atau surplus. Jadi kurang pas saja jika dipaksakan untuk tetap impor beras untuk kebutuhan stok Ramadan, jelasnya dalam siaran pers setelah sosialisasi empat pilar MPR RI di Sidoarjo.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, berdasarkan daftar ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok Januari sampai Mei 2021, stok beras diperkirakan mencapai 24,90 juta ton . Stok beras ini berasal dari sisa stok tahun lalu yang mencapai 7,38 juta ton. Itupun ditambah dengan produksi dalam negeri sebanyak 17,51 juta ton. Sementara itu kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai angka 12,33 juta ton sepanjang Januari hingga Mei 2021. Dan itu diperkirakan akan mencapai surplus sebesar 12,56 juta ton hingga akhir Mei 2021.
Berdasarkan data yang diambil saat panen raya, harga gabah tingkat petani turun sekitar Rp 800,- per kilogram. Harga gabah kini hanya Rp 3.700,- per kilogram. Sementara ketika akhir Februari lalu, harga gabah masih diharga Rp 4.500,- per kilogram. “Bila benar impor 1 juta ton beras tetap dilakukan, langkah pemerintah tersebut melukai petani dan mencederai komitmen nasional dalam mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan,” ujar Bambang DH.
Menurut pandangan penulis jika usulan rencana impor beras ini disetujui oleh berbagai pihak, maka akan sangat-sangat terpenuhi kebutuhan pangan pokok Januari hingga Mei 2021. Karena stok yang ada sampai saat ini pun seharusnya sudah mencukupi kebutuhan pangan pokok hingga Mei 2021. Ditambah dengan saat ini adanya panen raya diberbagai daerah di Indonesia terutama di Surabaya yang menjadi salah satu penyumbang pertanian disektor padi. Dalam tahun 2020 saja produksi beras di Jatim mencapai angka 10,02 juta ton dengan total luas panen 1,76 juta hektare. Jumlah itu meningkat dibanding 2019 yang totalnya mencapai 9,58 juta ton beras. Jika dikurangi dengan kebutuhan konsumsi beras, maka Jatim mengalami surplus 1,50 juta ton beras di tahun 2020. Namun data tersebut tampaknya dilihat kurang oleh Muhammad Lutfi yang masih kukuh tetap menginginkan impor beras seperti yang dikatakan olehnya pada saat rapat dengan Komisi VI DPR RI Senin 22 Maret 2021. Ia beralasan karena kebijakan tersebut ada sebelum ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan demi menambah stok cadangan beras sebanyak 1-1,5 juta ton. “Kalau memang salah saya siap berhenti,” ujar Lutfi di Gedung Parlemen.
Pada saat seperti ini seharusnya pemerintah paham dan telah mempertimbangkan secara matang apa yang diperlukan untuk kebutuhan masyarakat. Jika dalam data tersebut persediaan bahan pangan pokok sudah tercukupi, maka dana tersebut bisa dialokasikan untuk kebutuhan lainnya yang lebih penting daripada melakukan impor yang hanya disimpan untuk jangka yang lama. Persediaan bahan pangan pokok di Indonesia seharusnya menyerap dari para petani dan lebih mementingkan petani, jika pemerintah melakukan impor beras maka harga beras yang dari petani pun akan semakin kecil harganya. Karena itu hukum ekonomi penawaran dan permintaan akan selalu berlaku dalam ekonomi dimanapun itu, jika penawaran lebih besar dari permintaan maka harga akan turun karena sedikit yang membutuhkan barang tersebut maka yang terjadi adalah deflasi.
Jika terjadi deflasi pada ekonomi Indonesia, maka yang dirugikan adalah petani dan pengusaha beras. Karena itu harga beras yang tidak stabil ditambah dengan adanya rencana impor beras asing yang akan membuat petani lokal dirugikan. Seharusnya pemerintah lebih paham akan hal itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan keputusan yang akan diambil dengan kemungkinan kemungkinan yang ada demi untuk menstabilkan harga beras dipasar Indonesia.
Menurut pandangan penulis pemerintah seharusnya tidak melakukan impor beras asing untuk menambahi stok persediaan beras sampai Mei 2021. Karena dalam data yang sudah disampaikan oleh Kementerian Pertanian kebutuhan pangan pokok Januari hingga Mei 2021 tercukupi bahkan hingga surplus dari data yang diperkirakan. Pemerintah juga perlu melihat para petani dan pengusaha beras yang bergelut dalam bidang ini yang akan dirugikan jika rencana impor beras ini disetujui oleh berbagai pihak. Sebaiknya pengalokasian dana tersebut diguunakan untuk kepentingan yang lain daripada untuk impor beras yang akan merusak harga dipasar Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H