Lihat ke Halaman Asli

Kiai Sadrach Srapranata, Sang Pemberi Inspirasi Penginjil Jawa yang Kharismatik

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14250334391071131709

Sadrach lahir pada tahun 1835 dalam keluarga petani Miskin di daerah Jepara, Jawa Tengah.  Nama kecilnya “Radin”.  Sejak remaja, Radin senang belajar.  Akhirnya ia pun jadi santri dan mendapat nama tambahan “Abas”.  Karena kegemarannya belajar, ia tidak mudah merasa puas dengan Satu guru.  Ia belajar dari satu guru ke guru lainnya, dari satu pesantren ke pesantren lainnya.  Ia ingin menemukan jatining ngelmu ( ilmu sejati ).

Pada saat pergi ke Semarang, ia bertemu dengan mantan gurunya, Pak Kurmen ( Sis Kanoman ), yang telah menjadi Kristen.  Mantan gurunya itu dikalahkan oleh Penginjil pribumi (Jawa), Kiai Tunggu Wulung, dalam Debat Umum tentang kebenaran iman.  Radin Abas penasaran dan berpikir apakah ajaran Kiai Tunggul Wulung adalah jatining ngelmu. Pergilah ia menjumpai Kiai Tunggul Wulung dan pertemuan itu menjadi titik awal perjumpaannya dengan Kristus.  Pada masa itu, ia juga berkenalan dengan Penginjil Pdt. W. Hoezoo yang berkedudukan di Semarang.  Ketertarikan kepada Kristu membua Tadin bersedia berjalan kaki hingga 5 jam untuk menghadiri ibadah di Gereja Hoezoo.

Pada tahun 1866, Radin Abas memutuskan untuk pergi ke Batavia (nama Jakarta tempo dulu) bersama dengan Kiai Tunggul Wulung untuk menemui Mr. F.L. Anthing, pejabat tinggi Belanda yang bertugas di pengadilan.  Mereka tinggal di rumah Mr. Anthing yang giat mendukung pekabaran Injil.  saat itulah Radin  berkatekisasi kepada Pdt. Mattheus Teffer, seorang pekabar Injil NZG.  Pada 14 April 1867, Radin Abas dibaptis oleh Pdt. Ader, pendeta Indsche Kerk.  Ia memutuskan untuk mengubah namanya menjadi Sadrach.  Menurut Kitab Nabi Daniel 3, Sadrach bersama kedua temannya, Mesakh dan Abednego, secara Konsisten mempertahankan imannya kepada Tuhan.  Mereka menolak menyembah patung yang dibuat oleh Raja Nebukadnezar dan tetap mempertahankan identitas diri sebagai orang Israel.  Nama Sadrach memotivasi Radin untuk menjadi Kristen tanpa harus menjadi Belanda.  Menurutnya, menjadi Jawa bukan pilihan melainkan berkat dari Tuhan.  Ia meneladani Sadrach yang tetap Israel dalam dunia Negara Babel dengan tetap menjadi Sadrach, seorang Jawa dalam penjajahan Belanda.  Ia adalah seorang Jawa yang Kristen.

Setelah itu, di desa Tuksanga, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Sadrach memulai karya penginjilan bersama ibu angkatnya, Ny. Philip.  Sebagai penginjil pribumi, Sadrach memiliki cara sendiri dalam menyebarkan Firman Tuhan.  Ia melakukan “Debat Umu” dengan para kiai (guru Jawa).  Guru yang kalah, bersama dengan murid-muridnya, harus berguru kepada guru yang menang.  Dengan Cara itu, dalam tempo 3 tahun (1870-1873), jemaat Sadrach mencapai 2.500 orang.  Selama itu juga 5 gereja didirikan, yaitu di :



  1. Karangjasa (1871).


  2. Banjur (1872).


  3. Karangpucung (1873).


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline