Lihat ke Halaman Asli

Peter Chandra

wiraswasta

Camar pun Kepingin Punya Rumah

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422999745959886417

Rumah tak besar kali, penata letak ruang sangat artistik, dengan warna dasar biru laut dgn les biru tua. Dengan perabota yang senada. Dan di pojok ruang terdapat sebuah patung yang ada 2 bulatan yang besardi bagian bawah dan bundaran kecil diatas, dimana bundaran kecil terdapat lukinsan mata, hidung dan telingat. Dan bundaran besar ada naju dan celananya. Warna dasar biru muda dengan les biru tua. Ya itulah warna kesukaannya pasti saya tak salah alamat

“Ndut” suara yang nyaring dan merdu,dengan nada sedikit senang dan sedikit terkejut , suara yang saya kenal sekali

“Camar. Kamu kan itu” ku pandang wajah. Masih seperti dulu manis, dengan lesung pipit yang dapat sebelah kiri. Alis mata yang terbal dan bulu mata yang lentik

“iya. Saya camarmu” diberikan kecupan di pipi kanan dan kiriku

“OMG. Akhirnya saya ketemu kamu juga.”jawab ku

“Apa kabar, Kayak agak kurusan ya. Tapi Masih ndut kayak dulu” dia memandang wajahku dengan bibir yang mungil tersenyum

“baik baik aja. Entah gimana baru bisa ku kurusankan badan saya’ saya hanya bias memandangnya.

“Koq bisa tahu rumah ku. Saya tak kasih tahu sama siapapun’ katanya tak lepas senyum manisnya

“ kamu lupa. Kamu Seekor CAMAR dan saya lautnya. Dimana pun Camar itu terbang, dia akan kembali ke lautnya. Walaupum Camar itu terbang jauh dan lama, Pasti dia akan kembali ke laut.” Kata saya

“iya saya ingat itu” jawabnya sedikit terawang

“ Pertama kamu pindah kost, tanpa kamu bilang saya kan tahu dimana kamu pindah”

‘Benar. “ jawab dia

“Kedua kamu marah sama saya, kamu menghindar saya, pindah tanpa pemberitahuan, Saya ketemu kamu juga”

“itu kan masa lalu” jawabnya sambil melihat jari jari tangannya

“Ketiga, kamu pindah lagi, karena emak saya tak setuju kamu jadi kawan ku, tapi saya tetap mendapat camarku, karena dia terbang dilaut yang selalu setia dan rindukan camar ku” saya terdiam sambil Tertunduk

“Benar, karena kamu kan anak kesayang emak kamu. Dan saya siapa. Apapun saya tak punya. Hanya saya bisa menghidupakan diriku” kelihatan mata agak sembab.

“Tapi mengapa kamu bisa tahu rumah saya” lanjut dia

“Kan udah ku bilang, kamu camarku yang tetap terbang ke laut yang selalu merindukan kamu. Walaupun tak ada camar deruhan ombak di pantai tetap berlalu, sambil mengharap Camar itu akan terbang kembali.Karena kalau camar udah capek terbang diakan kembali ke laut yang merindukannya” kata saya sambil menatapnya

“Oya. Kamu mau minum apa? Salah seharus tak usah saya Tanya saya tahu minuman kesukaan kamu.” Di masuk kedalam

saya memangdang patung bundaran itu. Ku goyangkan patung itu, dia bergoyang ke kanan dan kiri dan kembali tegak. Berulang saya lakukan dia tetap tegak kembali

“Nah benarkan minum ini” diletak secangkir minum warna hitam sedikit kecoklatan dan berbuih. Dimana cangkir itu dilatak dalam baskom yng berisi bongkolah es “ Dingin tanpa es. Maaf kebetulan belum saya masukkan kulkas jadi saya buat kayak begitu”

“Kamu masih ingat minuman kesukaan saya COKE dingin tanpa es” saya terharu

“ masih dong.kamu kan laut yang setia menunggu camar terbang lewat” jawab dia dengan cerianya

“Ndut, kamu tahu, Kadang kala Camar pingin punya rumah”dia memecah kesenyian

“Iya saya tahu.” Jawab sedikit sedih

“Ndut…………….” katanya lagi,

“Lanjutkan.” Saya pingin tahu apa yg ingin diucapkannya

“Camar udah punya rumah” dia menatap saya dengan penuh penantian

“Iya. Laut akan kehilangan camar, tapi laut itu akan tetap setia memecahkan ombaknya di pantai. Menantikan camar terbang kembali” jawab saya sambil memandang wajahnya. Dia tersenyum. Manis sekali

“kayaknya kali ini Camar tak akan terbang kembali. Karena Camar udah punya rumah’ Dia tersenyum, tapi saya tahu senyum itu tak benar ‘ Kamu ingat pantung Bundaran itu?’

“Hmmmm………….”

“itu hadiah ulangtahunku yg ke 21 waktu kamu berikan.” Jawab dia “sekarang saya udah 27. Tapi saya masih simpan buat saya”

“Terima kasih”

Hati penuh pedih dan sedih. Tapi kepedihan dan kesedihan ku saya simpan dalam senyum saya

“Terima kasih” sambil dia kecup kening waktu saya permisi pulang. “ Jadi diri baik baik ya ndut”

Saya pegang kedua Tanya. Kami berhadapan, dia menatap saya. waut wajah tak seceria tadi. Sedikit kepedihan terlukisan di wajahnya

“Semoga kamu kabagian dengan rumah mu, Bila udah bosan terbang lah camarku ke lautmu” ku cekup kening. Lalu kutinggal dia. Dia diam seribu bahasa. Saya tahu dia pasti nangis. Saya juga tak berpaling, berjalan terus, karena saya takut dia melihat saya meneteskan airmataku

“undut” dia lari ke depan ku” Jangan nangis Ndut. Kamu lautku yang tersetia. Nanti kalau saya rindu kamu saya akan kembali terbang dilaut itu”

“Kamu juga jangan nangis CAMAR ku. Laut akan setia memecahlan ombaknya di pantai,bila bosan kamu kembali. Tapi saya doakan kamu takan kembali terbang dilaut itu. Karena camarku udah punya rumah” kami saling menatap. Senyum kambali menghiasi wajahya

Saya masuk kedalam mobil dan mulai meninggal kan camar saya yang sudah punya rumah.

Kadang cinta tak mesti memiliki, Cukup dia bahagia, saya bahagia jua

Saya tahu dia nangis lagisehabis mobilku berjalan. Beberapa tetas airmatanya jatuh ke tangannya. Mengapa saya koq begitu yal

kin dia menangis. KARENA SAYA MELIHAT DIA DI KACA SPION KU

Aku juga …………………………………….

(apakah anak lelaki tak boleh nangis)

Binjai 24 Jan 2015. 5.49

[caption id="attachment_367109" align="aligncenter" width="1024" caption="Camarpun kepingin punya rumah"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline