Lihat ke Halaman Asli

Peter Ahab

Analis Kebencanaan Ahli Muda

Mainstreming Desa/Kelurahan Tangguh Bencana sebagai Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

Diperbarui: 24 Oktober 2022   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses pembangunan di desa juga turut mendukung dan memperkuat pembangunan nasional, maka dari itu proses perencanaan pembangunan di desa baik itu pada bidang infrastruktur, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan politik menjadi prioritas yang penting untuk dilakukan. 

Bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi. Sehingga prioritas pembangunan di desa menjadi mendesak, dalam artian bahwa perencanaan pembangunan di desa harus sedini mungkin mempersiapkan segala sesuatunya termasuk telaah potensi dan risiko dalam wilayah desa tersebut.

Proses perencanaan pembangunan di desa yang dimulai dari RPJMDes, RKPDes dan APBDes merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah desa bersama dengan seluruh masyarakat desa untuk memetakan dan memanfaatkan potensi yang ada di desa semaksimal mungkin guna peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, akan tetapi proses perencanaan tersebut akan mejadi tidak berguna apabila risiko yang ada dalam wilayah desa tersebut tidak dipetakan dan masuk dalam dokumen perencanaan pembangunan desa. Risiko yang dimaksudkan disini adalah lokasi-lokasi rawan bencana yang ada didalam wilayah desa tersebut serta keberpihakan perencanaan pembangunan terhadap kelompok rentan.

Percepatan pembentukan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana merupakan suatu proses pemaduan perencanaan pembangunan desa dengan pengurangan risiko bencana, karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI, BNPB 2021) menunjukkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada tingkat risiko bencana sedang, sedangkan untuk 11 kabupaten/kota berapa pada tingkat risiko tinggi dengan ancaman bencana mencakup banjir, gempa bumi, tsunami, kekeringan, cuaca ekstrem, longsor, letusan gunung api, abrasi, kebakaran lahan dan hutan, dan lain-lain. Kejadian-kejadian bencana tersebut dapat mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat, merusak hasil-hasil pembangunan dan menghambat keberlanjutannya. Oleh karena itu penting untuk merencanakan dan menyelenggarakan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana dalam rangka melindungi hasil-hasil pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta membentuk masyarakat desa yang tangguh terhadap bencana.

Dalam kejadian bencana, masyarakat desa yang paling merasakan dampak bencana tersebut yang meliputi semua sektor kehidupan masyarakat. Untuk mengatasi dan mengurangi risiko terdampak dari bencana diperlukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang terpadu dalam perencanaan pembangunan pada level desa sehingga menjadi salah satu pintu masuk peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak bencana.

Lebih lanjut, kelompok masyarakat dari keluarga miskin, perempuan, orang lanjut usia dan penyandang disabilitas cenderung merasakan dampak bencana yang lebih merugikan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain dikarenakan terbatasnya kapasitas mereka untuk kesiapsiagaan bencana. Perencanaan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana inklusif, yang mengedepankan pendekatan masyarakat secara menyeluruh, aktif dan bermakna dapat memastikan bahwa semua orang terlibat, berkontribusi, terlindungi dari bencana dan pada akhirnya dapat turut merasakan hasil pembangunan yang berkelanjutan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab dalam pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan. Tanggung jawab ini juga berlaku bagi pemerintah desa, yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa memiliki kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan pembangunan di desa. selanjutnya, mengingat dampak dari bencana paling terasa di tingkat desa, sudah seharusnya pemerintah desa perlu memiliki kemampuan untuk merencanakan dan menyelenggarakan pembangunan desa yang berperspektif pengurangan risiko bencana.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 juga mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk berperan serta secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan terkait kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya. Hal ini sejalan dengan mandat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa perlu dilaksanakan secara partisipatif. Artinya, dalam upaya pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan, semua kelompok masyarakat perlu dilibatkan secara aktif, terutama keterlibatan kelompok masyarakat yang paling berisiko mencakup anggota masyarakat dari keluarga miskin, anak, perempuan, penyandang disabilitas dan orang lanjut usia.

Selain itu, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023, mengisyaratkan bahwa pengunaan dana desa diarahkan untuk percepatan pencapaian tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa yang salah satunya meliputi mitigasi dan penanganan bencana alam dan non alam sesuai dengan kewenangan desa. Maka dari itu, untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan sosial dan berkelanjutan maka penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa haruslah bersifat multisektoral, aksesibel dan inklusif serta mengedapankan aspek-aspek pengurangan risiko bencana. Yang artinya bahwa proses perencanaan pembangunan desa dilakukan untuk mengidentifikasi serta memetakan potensi dan risiko yang ada di desa untuk kepentingan semua kelompok masyarakat desa.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko yang diakibatkan oleh bencana baik itu pada tingkat desa dan kelurahan adalah dengan membentuk Desa/Kelurahan Tangguh Bencana berdasarkan Peraturan Kepala Badan nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang mana dalam peraturan tersebut terdapat 21 indikator yang terbagi dalam beberapa komponen antara lain: (1). Legislasi, (2) Perencanaan, (3) Kelembagaan, (4) Pendanaan, (5) Pengembangan kapasitas, dan (6) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Tujuan dari pembentukan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana ini adalah :

  • Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana;
  • Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana;
  • Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi Pengurangan Risiko Bencana;
  • Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi Pengurangan Risiko Bencana;
  • Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam Pengurangan Risiko Bencana, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan media.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline