Lihat ke Halaman Asli

Perutu Yonto

Pengajar

Membuka Wawasan untuk Produsen MSG

Diperbarui: 20 November 2024   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Bali

Sebagai pengamat secara amatir saya selalu terganggu dengan pikiran saya sendiri ketika melihat banyak lahan kosong atau bahkan aktif

 sebagai lahan pertanian dan mungkin saja ada perkebunan tetapi sejauh yang saya lihat banyak sekali lahan pertanian dan lahan kosong yang

 akhirnya harus berakhir menjadi perumahan dan pusat belanja seperti  Mall dan lain-lain. Parahnya lagi lahan yang tadinya aktif untuk

 pertanian dan perkebunan, harus menjadi bangunan yang justru mangkrak bertahun-tahun dan itu tidak terjadi di satu tempat saja. Melihat

 bagaimana tanah yang harusnya bersifat secara produktif untuk lahan pangan membuat saya sebagai pengamat amatir prihatin dengan hal

 seperti ini. Coba kita berpikir sejenak, kebutuhan primer adalah makan dan semua manusia butuh makan tidak peduli apa statusnya dan kebutuhan sekunder terutma perumahan mewah tidak

 semua manusia mampu untuk membelinya khusunya kalangan ekonomi bawah, tetapi orientasi yang kita lihat dan terjadi adalah

 keuntungan yang besar hasil dari pengembangan lahan menjadi perumahan. Haruskah kebutuhan primer tergeser oleorientasi keuntungan besar

 dari pendirian bangunan baik itu perumahan, pusat belanja dan lain-lain hanya karena kepentingan orang-orang yang memiliki rupiah

 di atas rata-rata dan mengorbankan lahan-lahan produktif?. Banyak perumahan tetapi kenyataannya banyak yang masih tidur di jalan,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline