Lihat ke Halaman Asli

Agung Pramono

Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

Seperti Gatotkaca, Industri Pesawat Menjadi Mitos Negara (Bagian 2)

Diperbarui: 3 September 2020   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

(bagian 2)

Terjamin Di Negara Lain

Di negara lain, para insinyur ini dibiayai negara, digaji oleh negara seperti Korea Selatan. Sehingga, jika ada perusahaan mau riset itu tinggal ambil tanpa harus pikirkan gaji insinyur. Belum ada atau mungkin tidak ada tempat bagi insinyur aero, di BPPT, LAPAN, mereka tidak sanggup sehingga mau tidak mau harus ditahan di PTDI.

Dalam sebuah diskusi, Februari 2005, Departemen Pertahanan mengungkapkan tidak bisa membeli barang dari dalam negeri karena anggaran yang diberikan pemerintah itu kredit ekspor, jadi harus beli secara utang.

Padahal Presiden SBY sudah mengusulkan agar perbankan dalam negeri saja yang memberi fasilitas (kredit). Bank Mandiri sudah menyatakan sanggup, tinggal dibuat aturannya, Agustus 2008, setelah tiga tahun kemudian terbitlah peraturan pemerintah.

Ketika itu tidak ada peraturan menterinya, sementara setiap peraturan pemerintah mestinya diikuti dengan peraturan pelaksanaan. Sekitar tahun 2008, ada pemahaman secara leterlijk dalam aturan pelaksanaan bahwa PTDI tidak boleh ikut tender karena Dirut-nya pegawai negeri.

Bisa jadi, problem utama PTDI adalah pinjaman-pinjaman pemerintah yang dulu, sehingga menimbulkan pertanyaan dari orang yang akan memberi pinjaman kepada PTDI mengenai alasan kenapa pinjaman dari pemilik (Pemerintah) tidak dikonversi menjadi modal.

Sempat ada pembuatan pesawat N295 untuk TNI AU meski bukan (kerja) ideal bagi PTDI dengan alasan bahwa desain dan produksi N295 bekerja sama dengan Airbus Military, yang cara kerjanya berbeda dengan PTDI yang berarti PTDI harus mulai dari nol, belajar lagi.

Menteri Badan Usaha Negara (BUMN) Dahlan Iskan pada 2012 menyampaikan bahwa PTDI sedang mengerjakan kontrak pekerjaan senilai di atas Rp 7 triliun yang harus tuntas dalam tiga tahun, belum pernah dalam sejarah PTDI mendapatkan pekerjaan sebanyak sekarang ini, termasuk sejak waktu masih bernama IPTN.

Pada sekitar Agustus 2017, tersiar kabar di media bahwa PTDI masih menggunakan mitra penjualan (agen) untuk menjual produk pesawat/helikopter ke dalam negeri (Kementerian Pertahanan) dengan pendanaan berasal dari APBN.

"Dengan menggunakan mitra penjualan (Agen) menunjukkan jika marketing di internal PTDI tidak cukup inovatif dalam meyakinkan Kemhan untuk menggunakan produk dalam negeri (PTDI). Sehingga mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh oleh PTDI karena harus dibagi dengan mitra penjualan (Agen) tersebut," kata Ketua Tanah Air Institute Yudi Hastika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline