"Dikit-Dikit Lapor", Padahal Santai Sajalah....
Politisi di negeri ini memang gemar lapor ke polisi. Ketika seorang politisi mendapat komentar atau kritikan dari lawan politiknya, misalnya, biasanya dengan cepat mempersiapkan pengacara, kemudian melaporkan lawannya ke polisi.
Mending, kalau komentar atau kritikan dari lawan politiknya itu, secara akal sehat, masuk katagori berlebihan dan menyinggung, tendensius untuk menjatuhkan, bahkan terkait SARA. Namun ini, kebanyakan datar, biasa-biasa saja, dan sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara dialog, agar lawan politiknya mengerti persoalan.
Banyak contohnya. Pelapornya, baik dari Kelompok J, maupun dari kelompok B. Namun sepertinya, contoh politisi yang "dikit-dikit lapor" itu tidak penting-penting amat dituliskan di sini. Sebab yang yang ingin diangkat pun bukan soal politisinya, tetapi soal kebiasaan lapornya dan bagaimana harusnya politisi bersikap saat diserang lawan.
Penulis masih ingat wejangan atau pesan guru di SMA dulu. Guru itu, guru Pendidikan Moral Pancasila (PMP) berkali-kali memberikan nasihat untuk selalu menjaga hubungan baik, menjalin persahabatan serta silaturahmi dengan sesama pelajar, masyarakat luas dan siapa saja, di manapun berada.
Dalam kesempatan lain, Pak Guru yang hingga kini masih sehat serta semakin bijaksana itu mengatakan, apabila kita ditampar orang, jangan balas menampar. Raihlah, rengkuhlah yang menampar itu dengan ramah dan penuh persaudaraan.
"Walau kita sakit akibat tamparan dan ada dendam, bicaralah dengan tenang yang menampar. Ajak bicara dari ke hati ke hati dan tanyakan dengan tenang alasan dia menampar. Percayalah, walau kita tidak balas menampar, kita sudah menang, dan lawan kalah," demikian kata Sang Guru.
Bertahun-tahun, wejangan itu, nasihat itu, selalu dipegang. Penulis di mana pun berada, selalu mengendepankan hubungan yang harmonis dengan orang, di tempat kerja, di lingkungan keluarga, atau ketika bermasyarakat.
Suatu ketika, di tempat kerja, ada seseorang yang sepertinya membenci penulis akibat ada salahpaham. Orang itu sering menyindir , mendumel atau bahkan berkata langsung dengan rasa benci. Salam silaturahmi penulis pun pernah tidak digubris. Tetapi penulis menanggapinya dengan santai, tetap ramah. Belakangan, orang itu malu sendiri, dan minta maaf.
Nah kembali kepada politisi tadi. Alangkah elok dan damainya negeri ini, jika politisi di negeri ini berusaha menjaga hubungan baik dengan sesama politisi, khususnya dengan politisi beda kubu. Kalau mendapat krititikan, tuduhan atau komentar miring, senyumlah, kemudian temui sang pengkritik tadi, dan ajaklah dialog. Penulis yakin, sang pengkritik akan malu sendiri dan balik menghormati kita.
Atau bahkan, kritikan itu, komentar itu, tak usah ditanggapi saja. Santai saja, walau ada pihak yang memanas-manasi. Lebih baik, diam-diam membuktikan bahwa kritian, tuduhan dan komentar lawan politik itu, salah, keliru. Politi, jangan "dikit-dikit lapor" atau "dikit-dikit ancam lapor". Tapi, tentu, semua kembali kepada politisi bersangkutan. Apalagi karena lapor polisi itu merupakan hak seseorang. ***