Keputuan pemerintah yang akan melakukan impor dua juta ton beras membuat petani di Kabupaten Subang, Jawa Barat, resah. Mereka menilai keputusan tersebut akan menyebabkan harga padi anjlok dan mereka rugi.
"Keputusan itu kemungkinan akan membuat harga anjlok. Karena itu kami menolak kebijakan tersebut, dan mendukung Pak Budi Waseso, Direktur Utama Perum Bulog," kata Abdul Kohar, seorang petani di Subang, kepada penulis. Budi Waseso, hingga saat ini memang diketahui masih menolak kebijakan impor tersebut.
Menurut Kohar, tanpa ada beras impor saja, mereka sebenarnya sudah menghadapi masalah berat. Masalah tersebut, di antaranya susahnya menjual beras atau padi ke Bulog karena persyaratannya rumit -- hingga mereka terpaksa menjual padi ke tengkulak dengan harga di bawah normal. Belum lagi, masalah mahalnya harga pupuk dan obat-obatan untuk padi.
"Nah kalau Pemerintah jadi impor beras dengan jumlah dua juta ton, kami akan semakin terpuruk. Harga akan anjlok dan kami akan rugi besar jika panen nanti," kata Abdul Kohar.
Tidak perlu impor
Menurut Kohar dan petani lainnya, Pemerintah sebenarnya punya cara lain untuk menanggulangi persoalan beras, sehingga tidak perlu impor. Cara tersebut, umpamanya mempermudah prosedur penjualan beras atau padi dari untuk petani, sehingga beras hasil panen tidak jatuh ke tengkulak.
"Bila sudah jatuh ke tengkulak, beras bisa dipermainkan tengkulak. Beras bisa ditimbun mereka hingga menyebabkan beras langka. Masalahnya, bisakah prosedur itu dipermudah? Tapi kalau melihat kepemimpinan Budi Waseso, kami yakin, Bulog bisa melakukannya," ujar H. Sidik, petani lainnya.
Termasuk yang bisa dilakukan Pemerintah adalah membantu petani mendapatkan pupuk dan obat-obatan dengan harga murah, agar petani tidak kelimpungan di tiap musim tanam.
"Pokoknya, kami berharap, pemerintah lebih berpihak kepada petani. Pemerintah jangan menyakiti petani," kata Haji Sidik lagi.
Namun sepertinya, penolakan petani Subang dan juga Budi Waseso tersebut tidak akan didengar. Sebab pemerintah, konon, sudah yakin dengan keputusannya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H