Saat membaca dan menonton drama politik di Jakarta terutama dari kubu Prabowo yang hingga saat ini terus terjadi, saya tiba-tiba berfantasi. Namanya fanfasi, mimpi, dipastikan sulit terjadi.
Ya, saya tiba-tiba berfantasi soal Prabowo yang legowo, membatalkan niatnya untuk maju sebagai calon presiden (Capres). Setelah membatalkan niatnya, Prabowo kemudian memberikan kesempatan kepada calon lain untuk jadi Capres, baik dari partainya (Gerindra) maupun dari partai koalisi.
Saya berfantasi, Prabowo menyerahkan posisi capres yang sedianya ia duduki, misalnya kepada Sandiaga Uno, Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sementara wapresnya Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al-jufri atau calon dari PAN dan Demokrat. Bisa juga dibalik, calon presiden dari PKS atau PAN, sementara wapresnya Sandiaga Uno dari Gerindra atau AHY dari Demokrat.
Bisa juga Prabowo memilih tokoh di luar partai yang memiliki kans kuat untuk memenangkan pertarungan. Sebut saja misalnya Gatot Nurmantyo, calon dari klan militer yang cukup diterima berbagai pihak termasuk partai koalisi.
Prabowo, dalam fantasi saya -- walaupun hingga saat ini merupakan penantang kuat incumbent Joko Widodo, berfikir bahwa ia lebih baik jadi "bapak bangsa" dengan memberikan kesempatan kepada yang lain. Ini juga agar partai koalisi yang pada masa injury time sekarang terkesan tidak akur bahkan mengesankan akan bubar, bisa damai karena semua keinginannya terakomidir.
Memang keputusan itu ada resiko. Masyarakat yang selama ini sudah menganggap Prabowo "setengah presiden" misalnya, akan kecewa karena jagoannya tidak jadi nyapres. Yang paling bahaya, mereka akan berbalik arah mendukung Joko Widodo.
Namun saya yakin, jika Prabowo berbicara dengan enak kepada masyarakat mengenai alasan-alasan "demi bangsa", saya yakin mereka akan mengerti.
Bisa jadi, masyarakat akan lebih bangga memiliki Prabowo yang rela mengorbankan ambisi politiknya, demi bangsa, demi keutuhan partai koalisinya.
Bisa jadi juga, pada akhirnya masyarakat akan tetap mendukung pilihan Prabowo.
Hal lain, tim kampanye pun harus bekerja ekstra keras untuk sosialisasi capres "baru", jika Prabowo mundur. Namun saya yakin, dengan soliditas partai koalisi termasuk dukungan dari partai baru seperti Partai Berkarya yang konon siap mendukung calon di lawan Joko Widodo, sosialisasi capres bukan Prabowo akan mudah.
Apalagi kalau PKS yang selama ini didukung anggotanya yang terkenal militan, mendapat posisi terhormat dalam Pilpres 2019-2024 sekarang, yakni kadernya ditempatkan sebagai cawapres. Posisi terhormat itu, saya yakin akan membuat kader atau mesin partai dari PKS di seluruh Indonesia akan benar-benar bekerja.