Untuk bahagia itu tidak selalu mahal. Tidak perlu pergi jauh ke tempat pelesir, ke mal kemudian menginap di hotel mewah hingga mengeluarkan duit tidak sedikit.
Cukup keluar rumah di pagi hari bersama keluarga. Jalan-jalan sekitar dua kilometer, kemudian nongkrong di kios serabi dan makan serabi hangat sepuasnya, hingga perut kenyang. Niscaya, hati akan bahagia.
Hal itu, setidaknya dirasakan penulis yang nyaris tiap Sabtu dan Minggu pagi, berusaha menerjang kantuk dan dingin, kemudian jalan pagi sekitar dua kilometer lebih menuju kios serabi tradisional di desa.
Saat itu, kebahagiaan benar-benar terasa.
Penulis bahagia bisa merasakan nikmatnya serabi oncom atau serabi telur hangat dengan aroma khasnya, dalam suasana pagi di desa yang sejuk dan segar, jauh dari kebisingan , dalam sorotan matahari pagi yang indah.
Di cafe dan mal, penulis juga sering melihat serabi dan pernah beberapa kali menikmatinya. Namun sungguh, sensasinya beda sekali dengan di kios (jongko, dalam bahasa Sunda) seperti di desa penulis. Selain barangkali karena alat memasaknya tungku asli bukan kompor gas, juga karena suasananya memang beda.
Penulis juga bahagia berinteraksi dengan warga desa yang selalu ramah menyapa penulis, mengajak bercanda dengan guyonan mereka.
Lebih bahagia lagi karena melihat Mak penjual serabi yang diperkirakan berusaha 65 tahun tapi masih sehat walau kurus, tersenyum karena serabinya laris-manis.
Merasakan kebahagiaan seperti itu, ingin rasanya penulis berkirim pesan kepada kandidat calon presiden Pak Jokowi dan Pak Prabowo, untuk sesekali datang ke desa penulis, kemudian makan serabi di sini.
Penulis ingin mereka tahu bahwa kebahagiaan itu sederhana. Kemudian, jika salah satu kandidat sudah jadi Presiden, akan penulis sarankan untuk berusaha menciptakan kebahagiaan bagi warga desa, bukan bagi yang duduk di Gedung Dewan dan di lingkungan pemerintahan saja.
Apalagi karena menciptakan kebahagian bagi warga desa mah murah, tidak semahal bagi yang lainnya.**