Doger kontrak, sebuah seni tari rakyat, sempat populer di Subang, Jawa Barat, terutama di kawasan perkebunan. Populernya seni yang mirip seni ronggeng ini, terutama setelah Hofland, Belanda yang menguasai perkebunan di Subang bernama P &T Land --dan memperhatikan seni budaya, mengijinkan doger digelar di areal perkebunan.
"Setelah ada izin dari Mister Hofland , seni doger kontrak populer dan berkembang. Mulanya di perkebunan dan kawasan kontrak para buruh saja, tapi selanjutnya berkembang ke wilayah pesisir dan wilayah lain juga," kata Angga, seorang pegiat doger kontrak, suatu waktu kepada penulis.
Ihwal kenapa Belanda suka, Angga menduga, karena Belanda yang menguasai perkebunan menyukai para penari doger. "Menurut cerita yang saya dengar, para penari doger, memang banyak yang disukai orang Belanda," ujarnya.
Setelah begitu populer pada jaman Belanda, seni doger nyaris punah dan dilupakan selama puluhan tahun lamanya. Untungnya, ketika seni tersebut akan lenyap, pada tahun 1970-an sejumlah dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung, teringat dan mencoba merevitalisasi pertunjukan doger.
Upayanya diawali dengan proses penelitian yang panjang . Tim menggali keterangan dari pelaku seni doger yang masih tersisa, kemudian melakukan rekonstruksi yang cermat. Hasilnya, bentuk seni doger kontrak yang diperkirakan sesuai aslinya, "hidup" kembali.
Di luar dugaan, setelah coba dikembangkan dan dikenalkan STSI, Dinas Pariwisata Provinsi Jabar bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Subang, doger kontrak perlahan tapi pasti bisa mendapat tempat lagi di hati masyarakat. Bahkan pelaku seninya pun, bermunculan, termasuk di jaman milenial sekarang. Salahsatunya Angga tadi.
"Awalnya, belajar tari ini, susah sekali. Namun berkat latihan dan ketekunan, kami bisa juga menari," ujar Angga sembari berjanji akan sekuat tenaga melestarikan seni yang dianggap merupakan perpaduan antara Seni Ketuk Tilu dan Tari Keurseus tersebut.
Aslinya, demikian menurut catatan, pertunjukan doger kontrak dilakukan di arena yang cukup luas, seperti halaman rumah dan pasar. Sementara pertunjukannya biasanya pada malam hari, sehabis Isya hingga dini hari, dengan penerang obor. Namun kini, di jaman milenial, pertunjukkan doger kontrak biasanya di sebuah ruangan tertutup.
Sekalipun pertunjukkannya di luar ruangan dalam acara tertentu, tetapi masa pertunjukkannya jarang hingga berjam-jam seperti aslinya. Cukup satu atau satu jam setengah saja. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H