Pada saat Guru beristirahat sejenak setelah berbicara dengan para muridNya yang diutus untuk mewartakan Injil, Kabar Gembira, aku berkata kepadaNya, "SabdaMu tadi begitu menakutkan, Guru, begitu banyak tantangan bahkan ancaman bagi para muridMu, penyerahan kepada majelis agama, penyesahan di rumah ibadat, penggiringan ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja, pergumulan, juga pengkhianatan dalam keluarga sendiri, bahkan hasil semua itu adalah 'kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu' (Mat 10:22). Bagaimana mungkin sebagai Gembala yang Baik, Engkau tega membiarkan bahkan terlebih lagi, 'menghadapkan' para domba yaitu para muridMu kepada serigala-serigala buas semacam itu ?"
Guru menatapku tajam, "Bukankah itu yang telah Kusabdakan, 'Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala' (Mat 10:16) ? Mereka dan engkau serta semua pengikutKu akan menghadapi dunia yang semakin lama semakin larut dan tenggelam dalam karut marut dan sengkarut kekacauan, kekusutan, dan keruwetan kehidupan, yang bahkan bukan hanya ada di antara mereka yang tidak atau belum mengenal Aku, tetapi bukan tidak mungkin juga ada di antara kalian sendiri, di dalam komunitasmu ! Karena itulah Aku juga berkata,'sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati' (Mat 10:16)."
"Tetapi, Guru, bukankah hidup hanya sekali dan seharusnya dinikmati dengan sebaik-baiknya ? Apakah selayaknya kami menghadapi hidup yang, maaf, sama sekali tidak nyaman, seperti yang Kau sampaikan itu ?" aku kembali berujar kepada Guru dengan nada sedikit berani. Gurupun menyahut dengan perkataan yang tak kalah tegas, "Kalau engkau tak sanggup menghadapi semua itu, silakan beranjak dari kawananKu dan carilah kawanan lain yang sanggup memenuhi keinginan dan hasrat hatimu untuk segala sesuatu yang menurutmu nyaman dan menyenangkan karena 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku' (Luk 9:23). Bukankah Aku juga menyampaikan bahwa salib kalian tidaklah mampu menyamai salibKu dan bahwa kalian adalah murid-murid yang takkan lebih dariKu sebagai Guru, terlebih dalam menghadapi dan memanggul salib ? Dan bukankah telah Kujanjikan pula bagi kalian karunia Roh Bapa Maha Kekal yang senantiasa akan mendampingi dalam perjalanan hidup kalian, betapapun salib itu terasa sangat amat berat ? Bukankah Aku juga telah berkata, 'orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat' (Mat 10:22) ?"
Aku sungguh malu telah 'berdebat' dengan Guru hingga akhirnya, "Kalau begitu, apa yang harus kami lakukan, Guru ?" Wajah Guru begitu lembut saat menutup perbincangan kami, "Buka mata wajahmu dan mata hatimu selebar yang engkau sanggup, senantiasalah melihat ke sekelilingmu, bukan hanya melihat salibmu tetapi juga salib saudara dan saudarimu, dan saling bertolong-tolonganlah dengan murah hati karena kalian telah lebih dahulu memperoleh kemurahan hati dari Bapamu, dan '... dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga' (Mat 5:45)."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H