Bagiku, salah satu momen paling menyentuh dalam Narasi Natal Tuhan dan, tentu saja, dalam kehidupan Maria adalah perjalanannya menemui Elisabeth, kakak sepupunya, yang juga hamil secara ajaib. Maria tahu bahwa perjalanan yang akan ditempuhnya itu bukanlah perjalanan mudah. Itu akan menjadi perjalanan yang panjang, berat, melelahkan dan berbahaya. Apalagi dia sedang hamil muda ! Maria akan menempuh perjalanan berjarak kira-kira 100 mil atau 160 kilometer dari Nazaret ke Ein Karim, desa yang namanya berarti ‘musim semi di kebun anggur’. Mereka juga akan mendaki dari ketinggian 1.138 kaki atau 341 meter di atas permukaan laut di Nazaret menuju Ein Karim yang berada di ketinggian 2.474 kaki atau 742 meter di atas permukaan laut. Artinya pendakian akan menempuh ketinggian lebih dari 400 meter ! Lagipula jalan yang akan dilewati adalah jalur tanah yang berliku-liku di wilayah pegunungan. Jalur seperti ini adalah tempat favorit bagi para penyamun yang siaga menyasar orang-orang yang melewati jalur itu. Namun, Maria tetap bertekad melakukan perjalanan itu. Maria merasa aman melakukan perjalanan itu dalam perlindungan Tuhan dan penjagaan Yusuf, sang suami dikaios itu, yang bertekad senantiasa melindungi Maria dan Janin Kudus di dalam rahimnya di sepanjang perjalanan itu.
Mengapa tekad Maria begitu kuat untuk perjalanan itu ? Karena Maria mendengar dari Malaikat Gabriel, “… sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu” (Luk 1:36). Maria sangat mengerti apa yang selama ini dialami oleh Elisabet bersama suaminya, Zakaria. Maria ikut bergembira mendengarkan kabar dari Gabriel itu. Maria ingin bertemu kakak sepupunya itu secepatnya. Namun, apakah Elisabet akan dengan hati terbuka menerima dia yang hamil sebelum menikah ? Lagi-lagi, Maria sangat mengerti siapa Elisabet. Maria juga sangat mengerti bahwa di saat-saat ini Elisabet sangat butuh bantuan, dan dia sangat ingin membantu kakak sepupunya itu di masa kehamilan tuanya. Maria juga sangat yakin bahwa dia akan menemukan kenyamanan dan kelegaan saat bertemu dan berbagi cerita dengan perempuan yang seakan diutus Tuhan menjadi ibu spiritual dan mentor baginya. Dengan keyakinan itu, Maria mulai berjalan menuju rumah Zakharia untuk menemui Elisabet.
Setelah menempuh perjalanan panjang itu, Maria, didampingi Yusuf, sudah berada di depan pintu rumah Elisabet. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya ? Elisabet “berseru dengan suara nyaring : ‘Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku ?’” (Luk 1:42-43). Sambutan Elisabet ini sungguh di luar dugaan Maria. Bahkan Elisabet telah mengetahui kehamilan Maria sebelum dia menceritakannya ! Dan…. lebih ajaib lagi, Elisabet telah tahu, Siapa Janin yang ada dalam Kandungan Maria ! Bahkan karena adanya Janin Kudus itu di dalam kandungannya, Maria mendapat peneguhan Roh Kudus sebagai ‘Ibu Tuhan’ melalui bibir Elisabet ! Maria penasaran. Sembari menuntun Maria memasuki rumah, Elisabet bercerita kepadanya “Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan (Luk 1:44).
Dalam peristiwa ini sebenarnya, Yesus dan Yohanes Pembaptis ‘bertemu’ untuk pertama kalinya, sebelum pertemuan di Sungai Yordan “Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya” (Mat 3:13). Sebagian Umat Beriman percaya bahwa mujizat Yesus yang pertama terjadi pada peristiwa ini, bahkan ketika Yesus masih dalam kandungan Maria. Atau setidak-tidaknya, peristiwa yang dialami Elisabet dan janin Yohanes Pembaptis, merupakan keajaiban tersendiri, bahkan Tindakan Ilahi yang amat sangat penting ! Walaupun sebagai Umat Kristiani kita mempercayai Injil Yohanes yang menceritakan, “Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu” (Yoh 2:1-2), lalu di saat anggur habis, Yesus mengubah air menjadi anggur, "sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya” (Yoh 2:11).
Maria menyambut seruan Elisabet dengan ‘Magnificat’nya dan setelah itu, mereka berdua larut dalam komunikasi dan interaksi yang amat bermakna, sedangkan Yusuf kembali ke rumahnya. Maria dan Elisabet bersama-sama menyadari bahwa mereka masing-masing mengalami kesulitan. Namun, keduanya juga menyadari bahwa sebenarnya mereka masing-masing dianugerahi kehormatan yang luar biasa, yang jauh melampui kesulitan yang dialami, dan sangat patut bersukacita atas peran mereka dalam Rencana Tuhan. Dalam penyadaran itu, “... Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya” (Luk. 1:56), Maria dan Elisabet merayakannya bersama, bersyukur dan berdoa bersama, dan dalam beberapa kesempatan tentu saja dengan Zakharia, dan pada saat tertentu mungkin dengan Yusuf. Dan dengan cara ini, mereka mendapatkan kelegaan, “Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28).
Guru membuyarkan refleksiku dengan berkata, “Kau tahu, AnakKu, inilah contoh Persekutuan Kristiani yang sesungguhnya, ‘Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka’ (Mat 18:20), dan sungguh-sungguh, pada saat-saat itu, Aku sedang ada bersama mereka, dalam rahim IbuKu !”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H