Setelah Yesus membangkitkan anak kepala rumah ibadat dan, 'secara tidak sengaja', menyembuhkan seorang perempuan yang mengalami perdarahan selama dua belas tahun, Dia berjalan terus. Rupanya ada dua orang buta yang mengikutiNya sembari terus-menerus, berulang-ulang, berseru kepadaNya, "Kasihanilah kami, hai Anak Daud" (Mat 9:27).
Aku memperhatikan kedua orang buta itu. Seketika pikiranku melayang ke keterbatasan fisik mereka, kebutaan. Pada zaman-zaman ini, kebutaan adalah kondisi yang sungguh mengerikan karena penyandang tuna netra hampir pasti tidak diterima bekerja di manapun. Bahkan, mereka, menurut Firman Tuhan, melalui Musa untuk Harun, "Setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya, karena setiap orang yang bercacat badannya tidak boleh datang mendekat: orang buta, ..." (Im 21:17). Maka, satu-satunya yang dapat mereka lakukan untuk menyambung hidup adalah dengan mengemis, mengharapkan belaskasihan orang, di pinggir jalan.
Yesus terkesan diam saja walau mendengar seruan tak henti dari kedua orang buta itu, Dia berjalan terus. Kedua orang buta itu rupanya tidak pula menghiraukan diamnya Yesus dan terus mengikuti Dia, entah bagaimana mereka dapat melakukannya karena mereka buta, sembari tak henti berseru-seru. Aku sungguh bingung dengan apa yang dilakukan Guru dan kedua orang buta itu. Bagaimana mungkin Guru yang selalu berbelaskasih terhadap mereka yang kecil, tersingkirkan, terpinggirkan, dan menderita, di saat ini, tega bersikap begitu tak mau tahu dan sepertinya tidak peduli terhadap pengalaman buruk seumur hidup yang dijalani kedua orang itu ? Di sisi lain, bagaimana mungkin kedua orang buta itu tetap ngotot mengikutiNya, Dia yang sepertinya tidak mau membantu mereka, yang seakan tidak menyendengkan telingaNya terhadap seruan mereka ? Sungguh aku bingung sambil terus berjalan mengikuti Yesus dan kedua orang itu dengan rasa penasaran, ingin menyaksikan akhir dari peristiwa unik yang terjadi pada hari ini.
Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah rumah. Di situlah rupanya Dia melakukan karya belaskasihNya dengan terlebih dulu 'menilik' iman mereka akan kemampuanNya memberi kesembuhan. Ternyata mereka sungguh beriman kepada Anak Daud itu, dan setelah Guru menjamah mata mereka, mereka sembuh dan dapat melihat seperti orang-orang lain. Rupanya Guru bukan tidak mau tahu dan tidak peduli akan penderitaan mereka, namun Dia sengaja mencari tempat khusus yang jauh dari keramaian agar tidak ada orang lain yang tahu tentang karya ajaibNya supaya Dia tidak semakin termasyhur. Itulah pula isi pesanNya kepada kedua orang itu, "... jangan seorangpun mengetahui hal ini". (Mat 9:30). Tetapi, kegembiraan dan sukacita yang luarbiasa mendorong mereka memasyhurkan NamaNya.
Lalu, Ia bertanya kepadaku, "Apa yang dapat kaurefleksikan dari peristiwa ini, Nak ?" Aku menyahutNya, "Yang sangat nyata, mereka terbebas dari penderitaan seumur hidup dan akan mendapatkan kehidupan baru yang jauh lebih baik, Guru." "Bukan hanya itu, Nak. Camkanlah ini, yang paling membuat manusia menderita bukanlah kebutaan fisik, melainkan kebutaan rohani. Kedua orang itu pada akhirnya bukan hanya terbebas dari kebutaan fisik melainkan juga dari kebutaan rohani karena iman mereka. Dan, engkau, AnakKu, belum tentu engkau tidak buta ... !" Aku tertegun mendengar ujung ujaranNya ... yang sungguh ... menembus jiwaku ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H