Korintus kuno merupakan kota terkemuka selama periode Helenistik, masa di mana pengaruh budaya dan kekuasaan Yunani mencapai pada puncaknya di Eropa dan Asia. Masa ini berlangsung antara tahun 323 Sebelum Kristus hingga 146 Sebelum Kristus, saat Republik Romawi menaklukkan daratan Yunani. Pada tahun 146 Sebelum Kristus, Korintus diluluhlantakkan oleh Lucius Mummius Achaicus, seorang negarawan dan jenderal Romawi. Satu abad kemudian, Korintus dibangun kembali, mungkin atas perintah Julius Caesar.
Korintus terletak di sebidang tanah sempit dan genting di antara Teluk Korintus dan Teluk Saronik. Lokasi ini strategis sehingga membawa aura keberuntungan dan kemakmuran komersial bagi kota itu. Para pelaut yang berdagang lebih suka mengirimkan muatan mereka melintasi tanah genting itu daripada melakukan perjalanan panjang dan berbahaya di ujung Yunani.
Korintus baru dijajah Romawi sehingga sebagian besar penduduknya adalah Orang Romawi. Kemudian, Orang-orang Yunani mulai kembali ke kota itu dan pada saat Paulus mengunjungi Korintus, Orang Yunani sudah banyak di sana. Para pendatang dari Timur juga memadati Korintus seperti semut mengelilingi madu karena kemakmuran komersialnya. Dan Korintus benar-benar menjadi kosmopolitan. Juga banyak Umat Yahudi berdatangan ke sana dan mendirikan sinagoga.
Archibald Macbride Hunter, seorang penulis Teologi Perjanjian Baru, mengibaratkan kehebatan Korintus di masa itu sebagai penggabungan Kota Newmarket di Kanada, Chicago di Amerika Serikat, Paris di Perancis, dan sedikit bagian Port Said di Mesir, saat ini. Sekali lagi, Korintus adalah kota yang 'sangat hidup' dengan jumlah penduduk diperkirakan antara seratus ribu hingga enam ratus ribu, suatu jumlah yang besar jika dibandingkan dengan penduduk Yerusalem yang diperkirakan 'hanya' delapan puluh ribu hingga seratus ribu jiwa.