Lihat ke Halaman Asli

Leonardo Wibawa Permana

Dokter, Dosen, Trainer Manajemen dan Akreditasi Rumah Sakit dan Fasyankes Lainnya, Narasumber Seminar, Penulis.

Tentang Pernikahan : "Semoga Jack Bisa Berubah....."

Diperbarui: 28 Oktober 2024   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perkawinan saya benar-benar seperti neraka," keluh Tari sambil menghenyakkan bokongnya di kursi tamu rumah kami. "Why?" tanya saya. "Kebiasaan buruk Jack tidak pernah hilang sejak kami pacaran dulu," ujar Tari lirih. "Memangnya apa kebiasaan buruk Jack?" tanya saya. "Mabuk-mabukan dan selingkuh, Dok," Tari berujar sambil sesekali menyeka air matanya. "Oh ya? Saya sungguh tak menyangka karena di mata saya dia itu pria yang baik! Saya bahkan kenal Jack sejak kecil. Malah saya sering melap ingusnya," saya tahu, ini bukan saat yang tepat untuk mencoba melucu. Tapi syukurlah, ketegangan di wajah Tari sedikit mengendor.

"Jadi, Anda sudah tahu kebiasaan buruk Jack sejak masa pacaran dulu?" tanya saya menegaskan. Tari menganggukkan kepalanya. "Anda selalu memaafkan dan selalu pula berharap, Jack akan berubah seiring perjalanan waktu?" Lagi-lagi Tari menggangguk. "Dan ternyata Jack gagal dan gagal mengubah semuanya?" Tari mengangguk lagi. Saya melanjutkan, "Dan Anda menikah dengannya karena sungguh mencintainya?" "Benar, Dok," kali ini Tari tak sanggup lagi menahan air mata kesedihan dan kepedihannya.

"Demi Tuhan, Dok, saya sungguh-sungguh mencintainya!' kali ini Tari bercerita panjang. "Dokter tahu, saya primadona di kampus itu. Begitu banyak mahasiswa di Fakultas Ekonomi yang naksir saya, bahkan dari fakultas-fakultas lain di universitas itu. Saya sempat pacaran dengan beberapa orang sampai akhirnya saya bertemu Jack." Saya mendengarkan dengan cermat cerita Tari. "Saat itu Jack baru masuk di Kelas Manajemen, pindahan dari kampus lain. Seketika saya kepincut dengan tatapan matanya yang tajam tapi penuh cinta. Sejak saat itu dia sering cari-cari alasan menemui saya dan akhirnya kami resmi pacaran."

"Sejak kapan Anda tahu dia berperilaku buruk?" "Tiga bulan setelah kami mulai pacaran, Dita, anak Kedokteran, nyambangi saya dan cerita tentang perilaku buruk Jack. Waktu itu saya masih tak percaya karena Jack begitu romantis dan perhatian buanget ke saya. Suatu saat saya memergokinya sedang berduaan di pojok perpus sambil menggenggam tangan seorang mahasiswi baru di kampus kami. Sorenya dia datang ke rumah dan kami bertengkar hebat. Lalu dia mohon maaf sampai berlutut di depan saya. Saya juga mencium bau alkohol dari mulutnya. Tapi, saya begitu mencintainya, Dok. Saya maafkan dia! Namun, kejadian itu bukan yang terakhir, ternyata dia mengulangi, mengulangi, dan mengulanginya lagi!" Tari meratap. "Dan setiap kali Jack minta maaf Anda selalu memberi maaf?" tanya saya walau sungguh sudah tahu jawabannya. "Ya, Dok. Itulah kebodohan saya." "Benar, Tari, Anda bukan hanya bodoh tetapi sangat bodoh," saya berujar dalam batin.     

Dua anak manusia ini sungguh unik. Sang wanita, Tari, memiliki cinta yang tulus kepada Jack, sekaligus cinta yang memuat harapan. Tetapi harapan Tari sungguh tidak realistis. Jack adalah anak laki-laki yang baik semasa kanak-kanak tetapi entah karena alasan apa, berubah seratus delapan puluh derajat saat menjadi mahasiswa, mungkin juga sejak di sekolah menengah, saya tidak tahu. Dan sejatinya Tari sudah tahu betapa buruknya perilaku Jack sejak masa pacaran. Berkali-kali Tari memberi kesempatan kepada Jack, terdorong oleh cintanya, sekian kali pula Jack berjanji untuk berubah dan tetap tidak berubah. Jack memang sulit berubah, tampaknya!

Tari juga mengutarakan kepada saya, ada keraguan demi keraguan dalam hatinya untuk meneruskan hubungan itu. Tetapi, berkali-kali Tari berpikir untuk mengakhiri hubungan yang 'tidak sehat' itu, berkali-kali pula dia gagal 'mengeksekusi' keputusannya,

Tak terhitung kalinya hati Tari luluh oleh permohonan maaf Jack yang sangat romantis. Berbagai perasaan campur aduk saat Tari mempertimbangkan untuk putus hubungan dengan Jack. Rasa cinta, rasa iba dan kasihan, perasaan bersalah bila benar-benar meninggalkan Jack, rasa ragu dan malu jika harus berpisah, semuanya bercampur aduk seperti 'kol and the gang' alias gado-gado. Apalagi Tari merasa sudah amat lengket kayak dodol dengan pria itu. Nah, dalam keterjebakan di antara berbagai rasa itu, Tari selalu memberi kesempatan dan selalu berharap akan terjadi 'keajaiban', perilaku Jack berubah! Dan, sampai kini, 'keajaiban' itu tidak terjadi. Mengapa Tari 'nekat' menikah? Andaikan saat itu Tari berhenti dan mundur.....! Andaikan.....!

Di akhir pertemuan itu saya menyarankan Tari untuk 'berpisah sementara waktu' dengan Jack sambil meminta pertolongan profesional. Berpisah sementara waktu tak jarang menjadi terapi dalam pernikahan seperti 'neraka' yang dialami Tari. Semoga saja Jack bisa berubah......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline