Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Adib

Wong Alas

Anak Perempuan yang Tidak Sekolah

Diperbarui: 2 Januari 2021   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Alkisah. Di suatu kampung di tengah hutan pinus, suatu hari di jam sekolah saya bertemu  anak perempuan. Usianya masih 10 tahun. Pakaiannya lusuh, tubuhnya dekil dan bertelanjang kaki.

"Kok, tidak sekolah?"

"Tidak, pak"

"Mengapa tidak sekolah?"

"Tidak boleh sekolah"

"Tidak boleh sama siapa?"

"Orang tua"

Spontan saya mengajak anak itu pulang ke rumah. Dalam hati saya bertanya tanya "Mengapa ada orang tua yang tidak membolehkan anaknya sekolah?"

Sampailah saya di sebuah rumah kecil ukuran 5 x 7 meter. Ruang tamunya masih terbuka. Belum ada dinding. Lantainya tanah. Ada satu meja panjang dan dua tempat duduk. Yang satu kursi panjang. Orang di kampung menyebutnya risban. Yang satunya bangku panjang.

Masuk ke dalam rumah melewati sebuah pintu yang sangat unik. Pintunya terbuat dari kain bekas spanduk, yang atasnya di ikat dengan menggunakan tali rafia. Cukup di singkap saja untuk masuk. Di ruangan dalam hanya ada dapur dan satu kamar tidur. Dinding kamar tidur di buat dari bekas karung beras yang di sambung-sambung juga dengan tali rafia. Satu meja makan dan tiga buah kursi. Di sudut ruang ada tungku untuk memasak sehari hari.

Orang tua si anak perempuan ini ternyata sudah mengenal saya dan dengan ramah menyambut saya dan mempersilahkan duduk di kursi meja makan dekat dapur. Segelas teh tubruk segera tersaji di depanku "Mohon maaf, wedang kendel". Wedang kendel secara harfiah artinya air berani. Maksudnya menyuguhkan air minum tanpa ada cemilan atau nyamikan (Snack).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline