Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Adib

Wong Alas

Hutan, Kampus Pendidikan Masyarakat

Diperbarui: 9 November 2019   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Beberapa bangunan  atau lebih tepat di sebut gubug terbuat dari bambu beratap ilalang dan welit berdiri kokoh di sela-sela rerimbunan hutan pinus di pinggir jalan kecil desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Sore itu terlihat ada beberapa orang sedang duduk-duduk dan ngobrol sambil menikmati kopi dan cemilan. 

Saat saya mendekat, se seorang yang bertubuh gempal berkaos oblong berdiri dan menyambut  dengan ramah. Namanya Estu Susilo biasa di panggil Kang Estu. Beliau adalah ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di desa Jipang Kecamatan Bantarkawung . sebuah lembaga masyarakat yang menjadi mitra utama Perum Perhutani dalam mengurus dan mengelola kawasan hutan Perhutani dalam pangkuan desa hutan.

Saya ikut duduk dan bergabung mendengarkan obrolan mereka yang sesekali di warnai dengan canda tawa. Segelas teh panas setengah manis pun tersaji. Teh tubruk namanya. Minuman yang memang menjadi salah satu minuman faforit saya. Obrolan mereka sangat menarik. Ternyata mereka tidak sedang ngobrol biasa. 

Topik yang di obrolin sesungguhnya sangat amat serius yaitu soal pendidikan dan pengelolaan hutan. Topik yang menurut saya sangat layak untuk di diskusikan di gedung anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat di Senayan. Atau di diskusikan di ruang nyaman ber AC di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Jendral Soedirman Jakarta. Bahkan topic-topik seperti itu biasanya di diskusikan di ballroom hotel berbintang.

Menurut Kang Estu, di Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung masih sangat banyak anak --anak usia sekolah yang tidak sekolah. Anak-anak terutama yang laki laki setelah lulus SMP lebih memilih untuk bekerja menjadi kuli bangunan di Jakarta. Anak-anak perempuan cenderung tinggal di rumah, membantu orang tua sambil menunggu lamaran. 

Di desa Jipang, menikah di usia muda adalah hal yang sangat biasa. Selain anak tidak sekolah, pada umumnya warga desa hanya berpendidikan Sekolah Dasar. Banyak juga yang tidak pernah sekolah sehingga tidak bisa menulis dan membaca. Ketrampilan dan pengetahuan yang di kuasai hanya sebatas ketrampilan warisan yang di turunkan orang tua seperti bertani dan beternak tradisional. 

Menurut data Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes, angka anak yang tidak sekolah mencapai 17.645 anak. Dari jumlah tersebut Kecamatan Bantarkawung merupakan penyumbang terbanyak anak tidak sekolah yaitu sebanyak 1.980 anak. Diyakini faktanya pasti lebih banyak. Pendidikan secara umum di Kabupaten Brebes memang termasuk yang tertinggal di banding kabupaten lain di Jawa Tengah. Salah satu program yang sedang gencar di sosialisasikan di Brebes adalah Gerakan Kembali Bersekolah (GKB)

Kembali ke obrolan awal, gubug-gubug sederhana yang ada di sela-sela pohon pinus di dalam kawasan hutan itu ternyata sedang di rancang oleh Kang Estu dan temen-temen LMDH akan di jadikan sebagai tempat pembelajaran. Siapapun boleh belajar di situ. Mulai dari anak-anak usia dini (PAUD), anak-anak putus sekolah dengan pendidikan kesetaraan, pemuda pengangguran, perempuan-perempuan di desa,juga para petani.  

Gagasan ini sudah disampaikan kepada kepala desa Jipang, kepada Camat Bantarkawung dan Perum Perhutani BKPH Bantarkawung KPH Pekalongan Barat yang semuanya sangat mendukung. Dengan percaya diri tempat tersebut di beri nama Gunung Guelis Learning Centre disingkat GGLC.

GGLC di jelaskan oleh Kang Estu adalah sebuah tempat atau lebih keren di sebut dengan Kampus Pendidikan Masyarakat, dimana seluruh warga masyarakat tidak hanya menjadi peserta didik/warga belajar. Tetapi juga mereka menjadi sumber belajar (Tutor). Di contohkan oleh Kang estu, orang tua yang pendidikan formalnya tidak tamat Sekolah Dasar, mereka mengikuti program pembelajaran Kelompok Belajar Paket A Setara SD. Tetapi orang tua tersebut dengan ketrampilan dan pengalaman hidupnya pada kesempatan yang sama bisa menjadi narasumber/guru/tutor bagi anak-anak muda yang sedang belajar tentang pertanian dan atau peternakan. 

Karena desa Jingkang adalah desa hutan, materi pendidikan tentang kehutanan menjadi salah satu materi/pelajaran wajib bagi seluruh peserta didik. Dari pendidikan ini diharapkan seluruh warga desa memahami dan memiliki kesadaran untuk mengurus, mengelola dan menjaga hutan dengan baik. Narasumber pendidikan kehutanan berasal dari karyawan Perum Perhutani yang secara sukarela berbagi pengetahuan tanpa bayaran sama sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline