Pulang dari perjalanan jauh, Jarwo merasakan sekujur tubuhnya lemas. Pulang jadi dambaan. Menemukan kesenangan untuk berjeda.
Ketika sudah sampai di dekat rumah. Jarwo si burung pleci mendengar suara kegaduhan. Ada permintaan yang tidak terpenuhi.
"Semua tidak bisa terjadi begitu saja. Ada kesempatan lain untuk bersikap realistis. Tidak hanya hidup dalam ruang hampa harapan saja," ujar Kenny. Permintaan bantuan tanpa bayaran sudah membuatnya kesal. Tidak mendapatkan kasih dan perawatan dengan baik.
"Tapi, hidup bukan tentang bayaran saja. Ada sapaan dan pemberian. Kemudian, dari semua itu muncul kata istirahat untuk setiap mereka yang mau berjuang," ujar Harley. Pilihan untuk bertindak dimunculkan. Perdebatan terus terjadi. Ada kepentingan, tentu juga ada uang.
"Uang itu kurang kalau terus dicari. Tidak bisa menunda sebentar?" tanya Mirace.
Tak ada jawaban. Entah apa yang membuat Jarwo tergoda untuk berkicau. Jarwo berkicau lantang di dekat percakapan mereka. Hanya Kenny yang menatap Jarwo dengan tersenyum. Seperti melihat kemenangan di depan mata, Kenny mencari ranting.
"Ada burung berkicau. Aku mau mendengarkannya setiap pagi. Tapi, bagaimana caranya. Kalau ditangkap itu pasti susah sekali. Namun, ketika aku kembali ke sini. Belum tentu dia tetap akan ada," ujar Kenny dalam hati.
Tak menghiraukan tawaran dua orang tadi untuk membantu, kini Kenny beranjak pergi. Mencari getah atau lem, apa saja untuk bisa menangkap burung tadi.
"Burung itu terus berkicau. Apa dia lapar dan mencari pasangannya?" ujar Kenny sembari meminta lem tikus pada Handoko.
Jarwo tak merasa dirinya diincar. Ia senang, seolah sekelompok orang tadi mulai tidak bertengkar lagi. Tidak masalah, perjalanan pulangnya tertunda. Ia bisa berbagi sukacita pada manusia.