Kabar Sejuk
Cerita Tentang Kabar Sukacita
Setiap cerita dan perjuangan akan bermunculan hari demi hari. Ada hal yang menyakitkan sekaligus menyedihkan. Tidak ada harapan bermunculan ketika pagi. Belum sempat menjadi arti dan makna.
"Pagi ini harus mencari obat. Kalau tidak berangkat sekolah dulu bagaimana?" ujar Joko pada anak nomor dua, bernama Timeo. Waktu memang masih pagi. Remang cahaya matahari mulai nampak. Pilihan untuk tidur kembali sangat bermunculan.
"Tapi, nanti hari pilihan untuk upacara. Setiap orang bisa mengumpulan banyak harapan untuk berdatangan. Belum juga tentang pertemuan dengan kawan," ujar Timeo yang ingin sekolah. Sekolah menjadi pertemuan yang membosankan. Tidak ada pilihan lain. Untuk diam dalam arti yang sesungguhnya akan membebaskan dari banyak masalah.
Keributan bisa bermunculan waktu pagi, Jarwo masih saja asyik dengan burungnya. Menata harapan demi harapan bermunculan. Tidak ada keresahan. Ada orang datang diberi. Lalu, mereka dibiarkan pergi.
"Aku akan segera datang. Membeli obat yang diinginkan itu. Perjalanan jauh akan kutempuh perlahan. Semua dilakukan sambil menulis puisi," ujar Jarwo menata harapan keluarganya. Pagi bisa saja diberi kesempatan untuk hidup.
"Belum tahu saja tentang apa yang harus ditempuh. Itu menjadi jarak cukup panjang sebagai sebuah perjalanan," ujar Handoko.
Kawan Jarwo sejak kecil itu siap menemani kapan saja. Mencari obat dan harapan. Perlahan, ketika Handoko pergi. Jarwo merasakan kehilangan. Ada kesempatan dan prasangka yang beragam. Tidak bisa dimengerti dan diperjuangkan. Untuk memberitahukan sebagai kabar sukacita saja ada keberagaman.
"Perlahan. Apa saja dilakukan untuk mendapatkan kesempatan berjumpa. Lampu dinyalakan bersama beberapa impian, tidak hanya itu berburu nomor akan dikerjakan," ujar Jarwo.
Perjalanan panjang ditempuhnya. Melewati macet dan bertemu beberap senyuman. Tidak ada rasa iri hati, kecuali pada tukang parkir yang sombong. Kesombongan itu akan berdampak pada beberapa catatan. Mencintai tulisan dan mengabarkan apa saja yang kesal.