Pleci Monty
Cerpen Yudha Adi Putra
Ada senyuman menyapa Jarwo. Senyum tulus, bukan seperti senyum tukang pakir. Perjalanan panjang sudah ditempuh. Beragam jumpa dirasakan. Malam berubah menjadi siang. Jarwo merencanakan banyak hal.
"Tetap saja, kita tidak bisa menentukan jadinya seperti apa ?" keluh Jarwo. Ketika mendekat, senyuman itu berangsur memudar. Mungkin, semacam semu. Tapi, Jarwo mengabaikan saja.
"Paling tidak. Ini bisa berganti suasana. Bukankah membosankan. Nanti mengulang hal yang sama. Bukan tanpa konflik. Namun, bisa ditebak dengan cepat. Langkah jadi percuma," keluh Handoko menyambut Jarwo datang.
"Kau sudah bawa kurungan burung ?"
Pertanyaan Handoko membuat Jarwo tersenyum. Ada perasaan bangga. Kelak, sangkar burung itu akan bisa menyelamatkan. Bukan hanya pada tuduhan saja. Kelak, ada pilihan lain dalam melangkah. Begitu, harapan Jarwo tak terucap. Lama tidak melihat perbedaan, Jarwo merasa kesepian.
"Tempat ini baru ? Tadi, sebelum menuju ke sini. Aku kesasar. Bukan karena lupa jalan. Memang dibuat bingung dengan keadaan," kata Jarwo meraih tangan Handoko.
Paling tidak, mereka sekarang sudah berjumpa. Melihat langkah demi langkah. Mengadu nasib, menukar senyuman dengan rupiah. Semoga, hari depan menjadi harapan akan kesehatan.
Orang yang tersenyum tadi terus mengamati Jarwo. Merasa risih, Jarwo teringat kembali. Perjalanan sebelum sampai di pasar.
"Nanti aku mau mencari tali. Manfaatnya cukup berguna, lebih mudah membawa pakai tali. Tidak seperti ini. Aku akan kesulitan kalau tidak ada tali yang digunakan," keluh Jarwo. Ia berusaha mengingat, masakan apa yang paling disukai.