Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Jadhah Tempe

Diperbarui: 10 Maret 2023   06:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Makanan Pejuang

Cerpen Yudha Adi Putra

                Pagi sudah tiba. Kicau burung nyaring terdengar. Ayam berkokok berkali-kali. Ada suara yang lebih keras dari itu semua. Sebuah ledakan. Ledakan yang berhasil menghancurkan tembok pertahanan. Ledakan terdengar berkali-kali. Setelahnya, rintihan tangis dan kesakitan. Jam belum ada jam enam pagi. Tapi, perang sudah dimulai. Serangan fajar, begitu para pejuang menyebutkan.

                "Musuh ini licik sekali !"

                "Sialan !"

                "Kenapa mereka menyerah di waktu seperti ini,"

                "Matahari belum sempurna terbit. Tapi, sudah banyak pejuang yang gugur. Pemimpin, bagaimana kalau kita mundur terlebih dahulu ?"

                "Apa katamu ? Mundur ? Tidak ! Kita harus menahan musuk supaya tidak masuk ke pusat kota. Setidaknya, sebelum bala bantuan dari tentara datang. Ingat kawan. Kita pejuang !" seru pemimpin mereka. Seorang lelaki tua dengan ikat kepala batik.

                "Kita harus berbuat apa ? Senjata musuh terlalu canggih !"

                "Pasang jebakan saja, perlambat pergerakan musuh untuk masuk kota !" usul Jarwo sambil membawa bambu.

                "Dengan bambu runcing ini ?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline