Meja Makan
Cerpen Yudha Adi Putra
Berita tak menyenangkan itu tiba. Akhirnya, calon mertua Jarwo mau datang ke kota. Kabar kedatangan calon mertua diterima tadi siang. Kini, Jarwo kebingungan. Bagaimana harus menjamu calon mertuanya ? Dari calon istrinya, Jarwo tahu kalau calon mertuanya orang yang kasar. Tiada hari tanpa bentakan. Menemui Jarwo sebagai upaya memastikan. Apakah tepat, Erni anak semata wayangnya nanti menikah dengan Jarwo. Apalagi, Jarwo mengaku bekerja sebagai pimpinan perusahaan mebel di kota. Sebagai orang desa, Pak Marwoto tentu penasaran. Apa benar, demikian yang dikatakan Jarwo.
***
Siang tiba, di pangkalan ojek, Jarwo termenung. Mencari ide untuk menyambut calon mertuanya. Membawanya ke kos, tentu bukan ide bagus. Pengakuan sebagai pengusaha untuk mendapatkan hati Erni harus dipertanggungjawabkan, setidaknya beberapa malam. Keseharian sebagai tukang ojek, tentu berbeda dengan pengusaha. Itu hanya bualan saja. Mengaku kaya, supaya dipercaya orang desa. Orang desa tahunya, kalau di kota itu pasti orang kaya.
"Kenapa, Jar ? Belum dapat penumpang ? Mukamu pucet sekali !" tanya Sutopo.
"Tidak. Bingung aku. Masalahku banyak dan beruntun. Kali ini, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi."
"Memangnya kenapa ? Cerita sini, kitakan satu pangkalan !"
"Beneran mau dengar ceritaku ?" ujar Jarwo memastikan.
"Begini, orangtuanya Erni mau datang ke kota. Aku belum siap. Aku masih tinggal di kos. Kalau orang tuanya tahu, pasti tidak diizinkan aku nanti menikah sama Erni. Itu yang aku takutkan. Belum lagi, mereka mau nginep beberapa malam di kota. Aku bingung sekali."
"Wah, berat sekali itu." Sutopo mulai menyalakan rokok.