Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Yayan Ingin ke Gereja

Diperbarui: 31 Januari 2023   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yayan Ingin ke Gereja

Cerpen Yudha Adi Putra

Ritual akan menjadi membosankan. Biasanya karena banyak peraga tak menjadi manusia saja. Ada suasananya dibuat-buat. Banyak drama supaya khusyuk. Di antara banyak hal membosankan di gereja, tentu paling membuat mengantuk adalah ketika pendeta berkhotbah. 

Tidak semua khotbah di gereja menyenangkan. Lebih sering membuat kantuk datang. Apalagi, jika di samping tempat duduk ada orang dengan perilaku aneh. Mendengkur saat ada khotbah. Bau ketiak. Dan yang paling dihindari adalah duduk dengan ada Yayan di sampingnya.

Betapa tingkahnya menjengkelkan, terutama ketika sedang berdoa. Mulut tak bisa diam. Bertingkah dengan menunjuk-nunjuk. Bau badan tercium. Bahkan, ketika khotbah pendeta tiba-tiba berteriak dengan lantang. Ibadah yang seminggu sekali menjadi sangat panjang dan menyebalkan.

Jemaat-jemaat sudah banyak yang mengeluh. Mengirim surat ke kantor gereja. Surat tanda keberatan. Seorang bapak melipatkan tangan di dada. Tatapan matanya fokus ke mimbar. Sepasang kekasih asyik berfoto. Balita berlarian karena tak tahan dengan panas gedung gereja.

"Ya, Tuhan. Kenapa seperti ini. Jadi tidak khusyuk ibadahanya. Banyak gangguan!" kata seorang ibu dengan batita digendongannya.

Yayan tidak memperdulikan suasana gereja. Ia seolah merasa tak terjadi apa pun di sekitarnya. Semua omongan orang tak didengar. Tetap saja, senyum manis menghiasi bibirnya. Tak jarang, ia membenahi rambut dengan tangan. 

Mungkin, ini kali ke sekian ia ikut ibadah ke gereja. Tak kunjung dimulai, Yayan mulai menatap sekeliling. Ia masih berdiri menghadap mimbar. Mencari tempat duduk kesayangan. Tidak ada senyum untuknya. Tak sama ketika orang ke gereja. Jabat tangan ? Tak ada. Hingga ada perempuan dengan syal biru meraih tangan Yayan.

"Adik mau duduk di mana?" senyum dan keramahan itu membuat Yayan menatapnya. Yang semula berdiam mainan gawai, seolah mempersilakan untuk duduk di samingnya. Perempuan tadi membantu Yayan memilih tempat duduk. Mereka duduk berdampingan di dekat pemandu pujian. Bentuk gereja yang octagone memang menarik. Semua bisa saling berpandangan.

Selepas mendapatkan lembaran warta jemaat, mereka berkenalan, dan musik mulai terdengar. Gereja mulai penuh dengan jemaat. Pemandu pujian mulai duduk di tempat untuk bertugas. Sesekali mereka menatap jam tangan. Mencari informasi yang Yayan tak pernah tahu. Jam 08.02. Dari arah mimbar, seorang berbaju hitam muncul. Lonceng dibunyikan tiga kali. Jemaat mulai terdiam dari semua pembicaraan. Gawai dimatikan. Suasana gedung gereja diminta untuk hening. Tapi tak bisa, Yayan berkata-kata. Kakinya dihentakkan ke kursi didepannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline