Lato-Lato Terakhir
Cerpen Yudha Adi Putra
Sepulang sekolah, tempat itu selalu ramai anak-anak. Sebuah gubug kecil di pojok perumahan. Mereka asyik dengan gadgetnya masing-masing. Semua berubah. Sejak permainan lato-lato menjadi viral di media sosial. Anak SD sampai SMP di perumahan juga memainkan dua bola pejal yang diikat dengan tali. Suaranya membuat bising siapa saja yang mendengar. Beberapa saat, sore mulai menjadi malam. Mereka bubar, takut dimarahi orangtua.
Jalan perumahan, tanaman bunga, pakar menjulang tinggi hingga deru motor pegawai pulang dari kantor. Pemandangan itu menjadi kawan Beni ketika berjalan menuju rumah. Ingatan pada tugas sekolah masih jelas bahwa tugas matematika belum dikerjakan. Tangannya asyik memainkan lato-lato. Berbagai gaya dicobanya. Sepulang dari sekolah, ia makan lalu bermain lato-lato bersama teman-teman. Menyenangkan, bisa lepas sejenak dari permainan di gadget. Semangat bermain lato-lato menjadi variasi. Ada dengan lompatan. Ada juga sambil melakukan tarian.
Masih dengan lato-lato ditangan kanan, Beni menyapa beberapa tetangga. Mereka tengah asyik menyirami tanaman. Berjalan bertiga, ada Beni, Doni, dan Roni. Sampai di persimpangan, mereka berpisah menurut arah rumah masing-masing. Beni berjalan lurus. Jam tangan mungilnya menunjukkan pukul 17:45. Sudah cukup petang, risiko dimarahi orangtuanya lebih besar. Tapi, dari kejauhan ia menatap pagar rumah. Belum ada tanda-tanda orangtuanya pulang. Sejenak, Beni merasa lega. Perjalanan pulang dengan bermain lato-lato bisa lebih panjang.
Tak disangka, pintu rumah sudah terbuka. Nampak Ibunya menerima tamu. Saat membuka pintu gerbang, Beni ketakutan. Ia pulang terlalu sore untuk anak usia kelas enam. Ia mendadak mengentikan permainan lato-latonya. Dari rumahnya juga terdengar, suara permainan lato-lato. Siapakah yang memainkan ? Apa Ibunya ?
Sempat terpikirkan oleh Beni untuk menyapa Ibunya. Tapi tidak dilakukan, Ibunya tengah asyik berbicara dengan seorang tamu. Tamu itu membawa anak juga. Mungkin seusia Beni, tapi perempuan. Beni jadi teringat, apa anak itu adalah saudaranya ?
"Halo, Beni. Wah, sudah pulang bermainnya. Sini !" seru perempuan yang sejak tadi Beni amati tengah asyik berbicara dengan Ibunya.
Hanya tersenyum. Beni mendekat. Lato-latonya diletakkan. Ia meraih tangan perempuan itu dan menyalaminya. Tidak lupa, mencium tangan.
"Tadi main dimana, Beni ? Itu, kenali. Namanya Risa !" kata seorang yang memperkenalkan diri sebagai Tante Susi. Seorang kawan laman dari mamanya.
"Kenalan Beni. Tidak usah malu-malu," ujar Ibunya Beni.