Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Pawang itu Bernama Arin

Diperbarui: 15 Januari 2023   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pawang itu Bernama Arin

Cerpen Yudha Adi Putra

Hampir semua penari kuda lumping yang pernah pentas bersamanya berusaha untuk menyatakan cinta, tapi tak pernah jelas hubungannya. Bukan hanya cantik, perempuan itu pandai menari, menyanyi, dan membuat kelompok jathilan selalu ramai dengan penonton. Ada kerelaan datang dari berbagai daerah, demi bisa melihat perempuan dengan kelihaian memainkan dupa dan kuda lumping.

Jathilan selalu identik dengan tarian kuda lumping, ada adegan dimana para penari kerasukan setan. Itu menjadi momen paling ditunggu. Ada yang seketika mau mendekat, dengan harapan bisa melihat penari dengan gerakan kesurupan, seakan semuanya mau dimakan saja. Penari jathilan bisa makan ayam mentah hanya dengan gigitan, selalu melotot menyeramkan dan tiba-tiba bisa melompat ke kubangan air, kemudian penonton akan takjub dengan cara pawang menenangkan penari jathilan.

Pawang jathilan biasanya laki-laki dengan kumis hitam, baju serba hitam, dan ada cambuk yang dimainkan. Pernah melihat pawang jathilan seorang perempuan ? Mungkin jarang, kalau ada itu akan sangat diminati. Jathilan perempuan saja selalu ramai penonton. Penonton seolah tertarik kalau perempuan yang kesurupan. Semakin banyak penonton datang, tentu popularitas pemain jathilan akan bertambah. Besok lain waktu bisa menari lagi, begitu juga yang ada dalam pikiran Arin.

Perempuan itu tak mempersoalkan pekerjaannya bersama kelompok jathilan. Pernah, bahkan sering setiap pentas ada saja lelaki yang jatuh hati padanya. Meski mereka sadar, mencintai perempuan dengan profesi sebagai pekerja seni adalah seni untuk sakit hati. Bergumul dengan profesionalitas hingga tidak mengenal mana lelaki prioritas.

"Mungkin itu alasan kenapa Arin belum menikah juga," kata seorang pemain kendhang.

"Berat memiliki pasangan seperti Arin, jam terbangnya tinggi. Biayanya pasti juga tinggi sekali. Honor bermain kendhang tak akan cukup," balas lelaki yang memukul gong.

Ketika pentas, ada saja pembicaraan soal Arin. Bukan hanya karena kecantikkannya, tapi perjalanan cintanya yang rumit dan membawa misteri bagi siapa saja pengemarnya.

Pernah Arin dekat dengan seorang laki-laki penari jathilan juga, tapi dulu ketika Arin masih menjadi penari jathilan. Kini, dia tak menari, melainkan menjadi pawang perempuan. Karena sesama penari jathilan, Arin bisa mendapatkan tempat untuk bercerita. Setidaknya, untuk mengeluh soal bagaimana pandangan kebanyakan orang terkait pemain jathilan. Tapi, lelaki itu menghilang tepat ketika Pak Bagyo meninggal dunia. Arin sempat merasa kehilangan.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline