Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Hanya Bergantian

Diperbarui: 31 Desember 2022   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hanya Bergantian

Cerpen Yudha Adi Putra

Pengeras suara sudah memberitakan kembali kalau ada berita kematian. Setidaknya, ada dua orang meninggal dalam seminggu ini. Walidi tidak mengenali siapa yang meninggal. Jadi, itu tidak menjadi masalah. Tapi, tidak dengan Mbah Rejo.

"Temanku bermain sudah banyak yang meninggal. Aku sudah tua ternyata. Semoga, kau berbagi keceriaanmu ya Yat. Doaku untuk keluargamu," kata Mbah Rejo setelah mendengarkan siapa yang meninggal. Ia teringat kembali, kejadian puluhan tahun silam. Dimana dia dan teman-temannya masih berburu belut di sawah.

"Simbah kenal dengan yang meninggal?" tanya Walidi.

"Tentu. Dia kawan dekat simbah. Kami berteman meski beda keyakinan. Dulu, Yatiman adalah anak pemuka agama yang taat, beda dengan aku." Mbah Rejo menjawab sambil berusaha mengingat wajah muda Yatiman.

"Tapi, kini Yatiman sudah meninggal. Aku yakin, pasti banyak nanti yang melayat. Dia orang sederhana, tapi kawannya banyak. Tidak suka pamer, apalagi tanya-tanya jumlah anak berapa ? Kerja dimana sekarang ? Makanya, anak muda juga senang dengannya," lanjut Mbah Rejo.

Walidi memang tidak kenal dengan Yatiman kawan Mbah Rejo itu. Pulang ke desa setelah belasan tahun di kota, ternyata sudah banyak berubah. Tidak hanya sawah yang menjadi perumahan, tapi seolah nama-nama orang semuanya terlupa.

"Nanti, aku mau belajar, Mbah. Sebentar lagi, aku mau melanjutkan studiku. Kalau tabungan sudah mencukupi, aku mau kuliah lagi," ujar Walidi. Seolah, dia bisa menebak kalau setelah mendengar ada berita kematian, Mbah Rejo akan memintanya untuk mengantarkan melayat.

 "Kau ini, alasan saja. Memangnya kau tidak malu ? Kalau aku yang tua ini datang ke sana sendirian ? Nanti kalau dirimu ditanya bagaimana ? Aku dikira tidak bisa mendidikmu dan kau sendiri tidak bisa menjalin relasi. Ini ada orang meninggal, bukan pesta yang bisa ditunda atau tidak hadir dengan alasan sesukamu!" ungkap Mbah Rejo dengan ketus.

Walidi mulai kesal. Ia tak berani menjawab kakeknya itu. Hanya kembali ke belakang rumah melihat beberapa sangkar burung yang makanannya sudah habis. Waktu terus berjalan, siang tiba dan Mbah Rejo sudah rapi dengan baju hitamnya. Siap untuk melayat. Ia mencari Walidi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline