Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Putra

Penulis Tidak Pernah Mati

Riasan Leluhur

Diperbarui: 23 Desember 2022   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Riasan Leluhur

Cerpen Yudha Adi Putra

"Harinya sudah tiba, kau harus segera mempersiapkan diri," ungkap Usi dalam sapaannya.

            "Apa ? Segera aku harus istirahat, aku tidak akan melakukannya," jawabku kesal.

            Aneh, ketika menjelang kelulusanku, aku malah mendapatkan sesuatu yang rumit. Padahal, sebagai salah satu orang tertua di keluarga ada tanggung jawab dalam kehidupanku. Bukan untuk pesta dan senang saja, untuk mempersiapkan masa depan keluarga. Persis seperti lelaki pada umumnya aku juga berharap bisa seperti itu.

            Sore hari, Usi mengajakku keliling Mlati, katanya mempersiapkan bahan yang diperlukan sebuah ritual. Suasana hujan menambah rasa malasku, tapi aku enggan membuat masalah. Tidak mau menuruti Usi, petaka siap aku terima. Bentuknya bisa apa saja, entah banku bocor, dompetku jatuh, bisa juga semalaman aku menjadi gatal-gatal. Dalam perjalanan, Usi nampak jeli melihat suatu tempat dan percakapan dengan perbandingan diungkapkannya.

            "Tempat ini tidak ramah, memang murah. Tapi, alatnya kuno dan kadang kotor," ujar Usi.

            "Kita ke tempat lain saja, kau masih punya bensin?" lanjutnya.

            Aku hanya mengangguk saja. Kami melanjutkan perjalanan, berkeliling menuju arah Godean, mencari suatu tempat. Perjalanan diisi dengan omelan Usi, aku tak paham. Hanya mengangguk dan mengiyakan saja. Selain itu, Usi benar-benar memakai semua inderanya untuk memilih tempat. Kejeliannya nampak melihat daftar layanan dan harga, belum benda-benda yang nampak asing bagiku. Ketelitian itu sesekali mencurigakan penjaga parkir dan satpam, karena Usi kadang sampai memfoto tempat yang kami kunjungi, sebelum akhirnya memilih untuk pindah ke tempat lain.

            Dengan pertimbangannya yang beragam, Usi sesolah memastikan apakah tempat yang akan digunakan itu bebas roh jahat atau tidak. Memang, hanya dengan berdiam sejenak lalu melihar sekeliling, Usi bisa merasakan roh itu. Jika tak ada wanita keluar dan kepulan asap memenuhi tempat itu, Usi segera mengucapkan rapalan doa untuk roh. Roh ada di berbagai tempat, sebelum akhirnya Usi mengajaknya berbicara.

            "Kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri," desis Usis seraya membuka kitab kecil warna biru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline