Lihat ke Halaman Asli

Huzer Apriansyah

Pada suatu hari yang tak biasa

Sedikit Tentang Tulisan Sampah

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hampir satu tahun tak menulis di Kompasiana. Akhirnya tergelitik untuk ikut berbagi cerita lagi. Saling silang pendapat, keluh kesah dan emosi seputar penulis sampah menjadi picunya. Tak paham betul asal muasal perbincangan hangat ini. Satu yang pasti perdebatan macam ini dibutuhkan oleh kita semua di Kompasiana. Konflik tak melulu tentang hal buruk, sesekali konflik membuat kita makin kuat dan besar. Bukan begitu ?

Medio September 2011, pertama kali menancapkan eksistensi di Kompasiana. Tak terbersit untuk nampang di headline kala itu, hanya menulis dan menikmati tulisan sendiri, baru sebatas  itu. Tapi tak dinyana, Oktober 2011, tulisan catatan perjalanku di Srilanka menuai HL untuk kali pertama. Alangkah senangnya hati. Berasa baru ‘nembak’ cewek dan diterima. Kalau gak suka persamaan ini, ya pakai persamaan yang lain :). Disusul HL berikutnya tentang wakil menteri dan satu lagi tentang memancing unik di Srilanka. Nah, pada HL ketiga ini masalah datang.

Belum sempat lama menikmati saat kejayaan,*puiiihhh serasa habis juara All England aja. Beredar kabar di media sosial. Tulisanku diduga plagiat oleh kompasianer terkemuka kala itu, bahkan satu diantaranya, kompasianer muda yang reputasinya mendunia. Langsung padam rasanya api semangat yang menyala. Sebagai pendatang baru, apalah daya untuk melawan. Tapi, tak lama saya berpikir lain. Melawan ! ya melawan.

Kuhubungi kompasianer-kompasianer terkemuka itu via jalur pribadi dan kuminta untuk membuktikan sangkaan mereka. Kuangkat isu itu lewat tulisan kembali. Lumayan berkembang perbincangan soal plagiasi ketika itu. Singkat cerita dua kompasianer terkemuka itu tak mampu membuktikan, justru mereka menarik sangkaan itu. Setelah itu kami berkawan, paling tidak dengan salah satunya.

Tak berhenti disitu, beberapa saat kemudian sebuah reportaseku tentang pertandingan timnas U-23 dan Timor Leste berbuah HL dari admin, tapi setelah beberapa jam tampil di HL, tak lama sebuah tulisan yang sama persis juga naik menjadi HL dengan penulis yang berbeda. Seorang rekan kompasianer mengabariku, kujawab santai, “Biarin aja, kan ada admin yang memantau.” Sayangnya, admin cuek aja. Bahkan di tulisan yang jelas-jelas plagiat dari tulisanku itu menyebut saya lah justru yang plagiat. Ehm, naik pitam juga akhirnya.

Akhirnya kirim pesan langsung ke admin dengan melampirkan bukti-bukti. Barulah admin memberangus tulisan plagiat tersebut.

Mengapa saya memulai dengan pengalaman pribadi. Karena perasaan sebagai orang yang baru belajar menjadi kompasianer, sebutlah newbie, pastilah terasa terluka manakala direndahkan orang lain, apalagi yang merendahkan sudah lebih lama berkompasiana. Tapi, tak selalu niat awal yang terkesan merendahkan kita itu, benar-benar begitu maksudnya.

Misal saja dalam kasus saya, ketika dituduh plagiat. Sebenarnya niat utama kompasianer beken kala itu adalah mengkritik admin yang cenderung asal saja menjadikan artikel sebagai HL. Mereka menggunakan tulisanku sebagai contoh. Menurut mereka tulisan tentang memancing a la Srilanka itu sudah banyak ditulis orang. Tapi mengapa masih dijadikan HL. Meski hal itu agak mengada-ada, ya kuanggap saja, mereka tak benar-benar mau berniat menjatuhkan tulisanku.

Jadi dalam konteks kompasiana hari ini, bisa jadi yang dimaksud pembawa wacana “tulisan sampah”, tidaklah untuk menjatuhkan kompasianer yang relatif baru bergabung. Saya yakin itu. Karena sebagai pembaca di Kompasiana setahun terakhir, memang banyak sekali menemukan, tulisan yang “unik”.

Misal saja, banyak tulisan yang muatannya iklan. Mulai dari jasa ghost writer sampai pernah sepintas membaca tulisan tentang jualan macam-macam. Bahkan, banyak sekali pelajar atau mahasiswa yang memposting tugas mereka di K. Ini tidak salah sama sekali dan bukan sampah. Cuma dalam amatan saya, unik.

Kalau mengenang K di tahun 2011-2012, memang perdebatan ideologis, kemudian pertarungan wacana kerap terjadi. Saya sendiri penikmat saja. Tentu hal ini menarik bagi yang tertarik dan membosankan bagi yang tak tertarik. Banyak sekali kompasianer luar biasa di masa itu. Tapi zaman barganti, panggung tetap sama, tapi lakonnya harus berganti. Biar tak membosankan.

Kini K “dirajai” penulis-penulis yang luar biasa dengan gaya dan ciri khasnya yang menarik. Ya, begitulah seharusnya. Tak ada yang abadi di dunia, selain perubahan. Begitu kata Heraclitus.

Kalau saya pribadi agak menurun intensitas menulis di K, karena kanal bola yang sempat menjadi ruang “perang” yang luar biasa, antara para pendukung kubu-kubu di PSSI kala itu. Salah satu kegemaran saya menulis tentang  sepakbola di K akhirnya luntur seiring perang hebat ketika itu. Kata cacian dan makian jadi menu rutin di kanal bola. Hilang selera, jadinya.

Kalau boleh sedikit mengkritisi admin K, dari dulu memang cenderung ada favoritisme para admin terhadap kompasianer. Mungkin istilahnya, lue lagi lue lagi. Tapi itu juga tak salah, karena pada dasarnya manusia berpikir dan berbuat dipengaruhi subyektifitasnya. Hanya kadang ada perasaan dongkol. Apalagi kalau tulisannya cenderung itu-itu saja.

Akhirnya, sebagai kompasianer saya merasa  ‘rumah besar’  ini selalu nyaman untuk disinggahi sebagai ruang berkawan dan mencari inspirasi sekaligus ruang belajar. Salam kenal untuk semua !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline