Lihat ke Halaman Asli

Bayu Segara

Lihat di bawah.

Mengertilah Kau Bengal

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jika kukatakan Binal kepadamu, maka janganlah kau marah padaku sayang. Itu merupakan tanda gregetanku padamu. Jangan berburuk sangka, hingga pikiranmu melayang-layang jauh kepada wanita yang menjual harga dirinya. Sumpah, bukan itu maksudku.

Tak ada satupun wanita yang pernah kusebut binal selainmu. Karena mereka bagiku bukanlah pemantik api cinta yang bersemayam di dadaku ini. Mereka hanyalah lilin yang berkelap-kelip di kejauhan. Sepertinya hangat, namun tak pernah terasa olehku baranya.

Lalu jika kupanggil engkau wanita nakal. Janganlah kau merahkan mukamu yang jelita itu. Tanda rasa marahmu padaku. Engkau memang sungguh nakal. Selalu bermain-main di pikiran ini. Tak pernah sedikitpun diam, sehingga berkecamuk sinyal-sinyal di otakku ini karena memikirkanmu.

Hanyalah dirimu yang mampu mempermainkan diriku. Sehingga aku merasa kewalahan untuk menenangkannya. Siang hari, bayanganmu selalu mengajak menari-nari. Tawa dan celotehmu seakan ada di hadapanku hingga membuat gairah hidup bergelora. Sedangkan malam hari, engkau datang mencumbuku dalam mimpi-mimpi indah yang kurajut di sana.

Dan ketika kukatakan bahwa dirimu bengal. Bukan berarti aku sedang merendahkanmu sayang. Kamu adalah cahaya untuk mataku. Tak mungkin aku melecehkanmu. Kata itu kuungkapkan karena, aku tak ingin biasa dalam mengatakannya. Bahwa betapa besar rasa cintaku padamu.

Syair-syair dan kata-kata puitis telah manusia ungkapkan kepada pujaannya. Bertebaran dan berserakan, kata-kata indahnya. Terkadang, membuatku bosan. Aku ingin berbeda. Karena begitu indah cintaku padamu ini. Biarlah orang lain menganggapku aneh. Bahkan mencaci, karena keanehan sikapku dalam mengungkapkan rasa ini padamu.

Selagi kita muda, kan kupanggil dirimu dengan panggilan kesayanganku. Karena jika tua nanti ketika kamu sudah digantikan oleh wanita yang lain yaitu anak kita. Panggilan itu hanyalah tinggal kenangan. Kita berdua akan tertawa-tawa di atas bangku. Menjelang sore hari, menghadap mentari yang akan terbenam. Mencoba mencari sisa-sisa romantisnya pengalaman cinta masa muda.

"Pah, maukah kau panggil aku si Bengal, si Binal atau si Nakal lagi?"

"Ah si Mamah. Malu sama umur dan anak-anak kita mah"

"Ayolah Pah"

"Mah, ingatkah ketika Papah katakan bahwa nikmatilah ungkapan sayang ini selagi kita muda?'

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline