Lihat ke Halaman Asli

Peri Saputra

Guru Bahasa Indonesia

Ramadhan Bersama Keluarga Tercinta (H 6)

Diperbarui: 8 April 2022   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

              Hari ini tepat hari ke sepuluh saya menulis di kompasiana, selama ini beberapa tulisan mengenai puisi, cerpen, artikel, dan sedikit hasil dari penelitian yang pernah saya tulis hanya tersimpan rapi dalam laptop. Tetapi ketika saya membaca tulisan beberapa rekan di kompasiana, membuat saya tergelitik dan tertarik untuk menuangkan passion saya di sini. Entah apa namanya apakah saya telah jatuh cinta dengan kompasiana atau apalah namanya ?. Tetapi yang jelas saya hanya ingin berbagi lewat tulisan ini, dan berharap suatu saat nanti akan tersimpan rapi di sini. Ketika ada sahabat, kerabat, ataupun yang ingin membacanya toh mereka tidak sibuk lagi harus membongkar isi laptop saya. Hehehehehehhe!

              Mengapa kita harus menulis ya teman-teman ?

Meningatkan pada pesan sastrawan yang begitu masyhur Pak Pram (Pramoedya Ananta Toer)

"Orang boleh saia padai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari sejarah dan di tengah-tengah masyarakat"

Ketika kita menulis, maka kita telah meninggalkan goresan-goresan yang dicatat dalam sejarah, berupa warisan dalam bentuk tulisan. Walaupun sebenarnya saya adalah guru bahasa Indonesia di salah satu SMA di Kabupaten Musi Rawas, sayapun mesti harus rajin menulis. Karena saya akan berbagi informasi kepada murid-murid saya tentang belajar menulis, seperti menulis puisi, cerpen, novel, karya ilmiah dan lain sebagainya. Jadi mengingat pesannya Pak Pram, walaupun guru maka ketika tidak menulis maka akan hilang.

              Pagi ini sama seperti biasanya, mengantarkan istriku ke Raudhatul Athfal kami di jalan Majapahit. Kira-kira belum lima menit kami sudah sampai di RA, langsung saja istriku membuka pagar dan aku merapikan pohon markisa yang sedang rindang-rindangnya di sekolah kami. Sambil merapikan pohon markisa tak lama kemudian datanglah Umi Tia, salah satu guru di RA Kami. Umi Tia bersama putrinya kira-kira usianya 4 atau 5 tahun. Langsung menghampiri istriku dan bercerita

" Umi ! aku dak puaso mi, jingokla jajan ku banyak nian" yang jika diartikan

 "Umi saya tidak puasa, lihat mi jajanan saya banyak sekali"

ilustrasi pribadi

Saya dan istri tertawa bersama hhahahahahah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline