Hari ini tak bisa dipungkiri, bahwa mengunggah foto makanan ke media sosial sudah menjadi kebiasaan banyak orang. Hal ini mau tak mau mengubah pula industri makanan dan juga cara pandang seseorang terhadap makanan.
Untuk diketahui, menata makanan sedemikan rupa agar berkesan untuk keperluan foto sudah dilakukan sejak tahun 1827. Saat itu, inventor asal Prancis bernama Nicephore Niepce memotret meja berisi semangkuk makanan, sebotol wine, dan sebongkah roti. Siapa sangka siapa menduga, teryata apa yang dilakukan Niepce ratusan tahun lalu, hari ini menjadi fenomena yang seakan-akan baru. Terlebih setelah munculnya media sosial seperti Instagram.
Dikutip dari Telegraph (2/11), sebuah survey mengungkap dalam sebulan terakhir 1 dari 5 orang dewasa di Inggris mengunggah foto makanannya di media sosial. Atau sekadar memamerkan foto tersebut ke teman. Bahkan hari ini sudah ada perusahaan atau individu yang mengadakan pelatihan foto agar setiap orang bisa memotret makanan dengan hasil yang lebih bagus.
Memotret makanan hari ini seakan menjad lebih penting daripada makanan itu sendiri. Tak dipungkiri pula, bahwa foto makanan yang bagus mampu menghadirkan rasa lapar kepada yang melihat foto tersebut.
Menurut penelitian yang dipimpin oleh dr. Kathleen A. Page dari University of Southern California, foto makanan memang bisa membuat lapar. Ini karena foto makanan yang ditangkap oleh indra penglihatan kita akan diteruskan oleh saraf menuju otak untuk diterjemahkan menjadi sebuah keinginan.
Jika kamu pernah mendengar ungkapan, "Kami makan pertama kali dengan mata kami," adalah benar dalam kenyataannya. Ungkapan tersebut diucapkan oleh Apicius pada zaman Romawi abad ke-1. Melalui mata, kita melihat makanan maupun foto makanan yang dapat membuat otak merespon dengan meningkatkan keinginan untuk makan. Gambar yang ditangkap oleh mata, kemudian ditransfer oleh saraf ke otak. Otak kemudian akan memerintahkan tubuh untuk makan. Keinginan kita untuk makan akan lebih besar jika otak juga sedang merasa "lapar mata".
Para pelaku industri makanan juga mengungkapkan bahwa mereka sengaja menyiapkan menu dengan tampilan bagus. Demi tujuan menghadirkan kesan "lapar mata" bagi yang melihatnya. Jika kamu tergiur untuk membeli dan mencoba makanan yang fotonya dipajang di media sosial, artinya orang atau akun yang memajang foto tersebut sukses menyampaikan maksudnya.
Yang menjadi pertimbangan dan fokus utama para pelaku adalah kesan indah dan menggugah selera, bukan kenikmatan atau rasa enak dari makanan itu sendiri. Dan itu membuktikan bahwa masyarakat hari ini memiliki kecenderungan "lapar mata" ketimbang lapar perut. Sedangkan bagai menjadi antithesis dari tren memotret makanan, muncul pula satu tren baru yaitu review makanan. Jika tren memotret makanan lebih berfokus pada visual makanan alih-alih cita rasa, pada tren review makanan para pelaku lebih menitik beratkan kepada cita rasa makanan yang tak terdapat pada foto makanan.
Dengan fenomena tersebut dan banyaknya orang yang menggandrungi bidang ini, maka dari itu aplikasi PergiKuliner hadir untuk mewadahi siapapun yang hobi memotret maupun memberikan review makanan maupun tempat makan yang pernah kamu kunjungi. Dengan memberikan review sejujur-jujurnya, kamu sudah membantu banyak orang di luaran sana untuk memilih tempat makan yang worth untuk dikunjungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H