Lihat ke Halaman Asli

Bagian 1: Adakah Kaitan Ahok dengan Agung Podomoro?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14256906611935927036

[caption id="attachment_401260" align="aligncenter" width="575" caption="Gubernur DKI diantara dua mantan bosnya (gambar : Equino picture doc)"][/caption]

Sejak Gubernur DKI Sutioso, dugaan korupsi fasilitas umum dan sosial (fasum dan fasos) taman BMW oleh pengembang PT Agung Podomoro Land (developer) pada tahun 2007 senilai Rp 737 miliar sudah muncul ke publik. Saat itu, Ahok duduk sebagai konsultan keuangan PT Agung Podomoro Land tbk sekaligus merangkap sebagai staf Ahli Gubernur DKI Sutioso.

Dugaan korupsi benilai Rp 737 miliar ini berkaitan dengan kesepakatan penyerahan fasos/fasum yang dibuat antara penyelenggara negara dan pengembang. Dalam kesepakatan itu, ditengari ada kolusi dan korupsi, karena dari 26 ha lahan pengganti fasum/fasos yang diberikan pihak pengembang kepada pemprov DKI, ternyata cuma 12 ha yang diberikan, dan inipun lahannya belum bersertifikat dan masih bersengketa dengan pihak ahli waris sah.

Adapun Rp.737 miliar itu merupakan, nilai asset yang diterima pihak pemprov DKI dari swasta sejak tahun 2007, dalam hal ini diberikan oleh pengembang PT Agung Podomoro Land. Penyerahan lahan BMW ini dilakukanmelalui Penandatanganan berita acara serah terima (BAST) lahan pada 2007 pada era Sutioso. Yang menjadi polemik dalam kasus taman BMW ini adalah, benarkah kesepakatan penyerahan fasos/fasum yang dibuat antara penyelenggara negara dan pengembang? Apakah ada kolusi? Sesungguhnya sangat jelas, obyek dugaan kolusi dan korupsi di sini adalah BAST, Surat Pelepasan Hak (SPH) lahan, dan daftar aset.

Kewajiban menyedian fasum/fasos bagi developer ini berdasarkan ketentuan UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Prmukiman Pasal 16 Ayat l, menyebutkan : Wewenang Pemerintah Propinsi adalah memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. Demikianpun berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu yang menjadi urusan wajib Pemprov DKI Jakarta yakni menyediakan sarana dan prasarana umum. Penyediaan sarana dan prasarana umum berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) yang merupakan kewajiban para pemegang Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (IPPT).

Ikhwal dugaan korupsi fasum/fasos pengembang taman BMW ini pun sudah dilaporkan mantan Wakil Gubernur DKI (periode 2007-20012) Mayjen (Purn) Prajitno ke KPK pada pada Kamis (7/11/2013). Mantan Wagub DKI ini menduga, ada permainan kolusi dan korupsi dalam penggantian kewajiban fasilitas umum dan sosial (fasum dan fasos) bersama pemprov DKI, sejak rezim gubernur Sutioso hingga Fauzibowo.

Sebelumnya, di pertengahan awal oktober 2013, dalam sebuah acara makan malam di Hotel Borobudur, Mantan wakil gubernur DKI (periode 2007-20012) Mayjen (Purn) Prajitno pernah menyampaikan ikhwal dugaan korupsi itu kepada Wakil Gubernur DKI Zhong Wan Xie alias Ahok . Pada pertemuan Prijanto–Ahok sambil makan malam, yang juga dihadiri para ahli waris pemilik tanah yang sah, wagub Ahok mengatakan, dugaan korupsi fasos/fasum Taman BMW itu sudah cukup kuat bukti-buktinya. Pada kesempatan itu, Ahok berjanji akan menyelesaikan dugaan korupsi Rp. 737 miliar yang melibatkan Sutiyoso, Fauzi Bowo dan Triahatma K Haliman Direktur Utama sekaligus pemilik PT Agung Podomoro Land.

Namun beberapa hari setelah acara makan malam di Hotel Borobudur itu, Ahok balik badan. Yang terjadi malah sebaliknya, wagub Ahok yang ketika ditanya wartawan di ruangan kerjanya mengenai dugaan korupsi lahan penggantian fasos/fasum oleh developer PT Agung Podomoro Land mengatakan, “Tidak ada korupsi pada Taman BMW. Tidak ada kerugian negara.”

Menanggapi perubahan sikap Ahok 180 derajat itu, ketika dikonfirmasi, Prijanto mengatakan, ia sadar bahwa telah bicara pada orang yang salah. Ahok adalah mantan staf khusus Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tahun 2006-2007 lalu sekaligus merangkap sebagai mantan konsultan keuangan PT Agung Podomoro. Status Ahok sebagai mantan konsultan keuangan PT Agung Podomoro ini pernah disampaikan ahli waris pemilik lahan Taman BMW, Jakarta Utara, Donald Guilamme Wolf.

Donald yang diwakili pengacaranya David Sulaeman di salah satu media nasional pada 13 November 2013 mengatakan, Ahok tidak dapat melakukan apa-apa terkait masalah lahan BMW karena ia pernah menjadi konsultan keuangan PT Agung Podomoro Land sebagai pengembang yang juga mengakui kepemilikan tanah Taman BMW. Sikap Ahok yang mendua itulah mendorong Prajitno melaporkan dugaan kolusi dan korupsi taman BMW ini ke KPK pada Kamis, 7 November 2013.

Anehnyanya lagi, ditengah sengketa dan ketidakjelasan status hukum lahan BMW tersebut, Ahok keukeuh tetap menganggarkan dana pembangunan Stadion Taman BMW untuk APBD 2015. Berikut kutipan wawancara Ahok dengan salah satu media nasional pada Selasa (20/1/2015):

“Pada prinsipnya Pemprov DKI Jakarta sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Namun agar terjadi simultan maka pada Tahun Anggaran 2015 Pemprov DKI Jakarta tetap menganggarkan pembangunan Stadion Taman BMW”.

Padahal, pada APBD 2014 saat Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI, rencana pembangunan stadiun BMW ini sudah ditolak DPR. Beberapa fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta tidak menyetujui rencana pembangunan stadion BMW menggunakan anggaran 2014. Pemerintahan Gubernur DKI Joko Widodo dinilai perlu mendahulukan penyelesaian sengketa di bakal lokasi stadion itu.

Dari rangkaian masalah di atas, peran Ahok yang paling kontroversial adalah, pada mulanya mendukung pengusutan skandal kolusi dan korupsi taman BMW dari PT Agung Podomoro Land kepada Pemprov DKI (era Sutioso), sementara dikesempatan lain di media, ia katakan, kasus lahan taman BMW sudah tuntas dan tak ada korupsi dan kerugian negara. Sikap Ahok lain yang menuai kecurigaan adalah, meski lahan taman BMW itu bermasalah, ia tetap keukeuh menganggarkan pembangunan Stadiun taman BMW melalui APBD 2015.

Padahal sebelumnya, pada masa Gubernuru DKI Jokowi, rencana yang sama pada APBD 2014, ditolak oleh DPRD DKI karena lahan Stadiun BMW itu masih dalam sengketa. Apakah proses pembiaran ini kolusi dan korupsi taman BMW ini berkaitan dengan latar belakang Ahok sebagai mantan Staf Ahli gubernur DKI Sutioso sekaligus sebagai konsultan keuangan PT Agung Podomoro pada tahun 200-2007? Kenapa Ahok keukeh ingin membangun Stadiun di atas lahan bermasalah itu?

Kedekatan emosional Ahok dengan PT Agung Podomoro pun bisa dilihat dari penunjukan mantan Vice President PT Agung Podomoro Handaka Santosa sebagai komisaris PD Pasar Jaya. Ada apa? Tentu sikap Ahok yang mendua dalam kasus taman BMW ini perlu ditimbang dan dikonfirmasi, kenapa Ahok begitu? Ada hubungan apa Ahok dengan PT Agung Podomoro?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline