Beberapa waktu yang lalu, portal berita online dipenuhi oleh pemberitaan mengenai pengerusakan pagar plang PT. KAI (Persero) oleh warga di Pasir Gintung, Bandar Lampung. Puluhan warga tersebut membongkar pagar seng pada rumah berukuran 16x8 meter yang telah disegel BUMN serta melakukan tindakan intimidasi kepada pegawai PT. KAI yang berada di MES dengan kata-kata kasar.
Tindakan tersebut tentunya cukup mengejutkan, pasalnya para warga tersebut mengatakan bahwa lahan tersebut merupakan lahan milik mereka dan mengusir para petugas KAI yang sedang melakukan pengukuran terhadap aset tersebut. Lahan yang di klaim oleh warga sebenarnya telah disterilisasi sejak Oktober tahun 2017 lalu dan PT. KAI memiliki bukti yang kuat atas kepemilikan lahan tersebut yakni Grondkaart. Kondisi ini diperkeruh dengan adanya pernyataan salah satu anggota DPD RI yakni Andi Surya yang tertuang dalam portal berita online Pelita ekspres.com.
Andi Surya mengatakan bahwa Grondkaart bukanlah dasar kepemilikan karena hanya berupa kartu atau gambar denah saja sehingga lahan pinggiran rel KA adalah tanah negara terlantar yang sudah lama ditinggali masyarakat. Tidak hanya itu, Andi Surya juga menantang PT. KAI untuk menunjukan sertifikat kepemilikan dan mengatakan bahwa daftar inventaris yang dimiliki PT. KAI abal-abal. Tidak hanya kali ini saja, sebelumnya Andi Surya juga mengatakan hal yang sama dalam beberapa diskusi yang dihadiri oleh masyarakat.
Hal tersebut tentu sangat berbahaya karena pada dasarnya Andi Surya sama sekali tidak memahami Grondkaart. Dasar hukum yang dimilikinya cukup kuat yakni Staatsblad van Nederlandsch Indie tahun 1870 nomor 55 tentang Agrarische Wet dan nomor 118 tentang Agrarische Besluit, yang menegaskan bahwa semua yang dianggap sebagai tanah negara (staatsdomein) dan diperuntukkan untuk fungsi khusus (bestemming) dibuktikan dengan Grondkaart.
Semua tanah yang telah dibuktikan dengan Grondkaart juga tidak perlu lagi melewati proses konversi dalam PP nomor 11 tahun 1961 yang menuntut konversi hak barat karena status tanah pemerintah tidak termasuk dalam hak-hak barat tersebut yakni eigendom, erfpacht, gebruik recht atau opstal. Hal ini juga diperkuat dengan Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1979 pasal 8 yang menegaskan bahwa semua tanah BUMN adalah tanah negara.
Berdasarkan UU Perkeretapian Pertama di Hindia Belanda yang dijelaskan dalam Staatsblad 1866 nomor 132 disebutkan bahwa semua tanah milik SS termasuk dalam status tanah pemerintah, hal ini juga berlaku di wilayah Sumatra Selatan (Zuid Sumatra) yang terdiri atas karesidenan Palembang, Lampung dan Bengkulu. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat keputusan (besluit) Gubernur Jenderal Hindia Belanda 14 Februari 1911 nomor 12. Dengan demikian semua tanah yang sekarang diserahkan kepada PT. KAI sebagai warisan dari SS di Lampung dan Sumatera Selatan tidak perlu diragukan lagi dengan bukti Grondkaartnya.
Terbitnya surat Menteri Keuangan Nomor B-II/MK.16/1994 tanggal 24 Januri 1995 yang ditujukan kepada kepala BPN merupakan wujud pengakuan grondkaart dari pemerintah, dimana dalam surat tersebut terdapat dua poin. Poin pertama berbunyi tanah-tanah yang diuraikan dalam Grondkaart pada dasarnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai aktiva tetap Perumka.
Berkenaan dengan hal itu maka tanah-tanah tersebut perlu dimantapkan statusnya menjadi milik atau kekayaan Perumka. Selanjutnya poin kedua menyatakan terhadap tanah perumka yang diduduki pihak lain yang tidak berdasarkan kerjasama dengan Perumka, suapaya tidak menerbitkan sertifikat atas nama pihak lain apabila tidak ada izin atau persetujuan dari Menteri Keuangan.
Dari sedikit penjabaran tersebut tentu sudah terlihat kekuatan hukum yang dimiliki oleh Grondkaart sehingga pernyataan Andi Surya lah yang lebih pantas disebut abal-abal dan ngawur. PT. KAI sebagai salah satu BUMN tidak mungkin bertindak sembarangan dan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku termasuk dalam hal pendayagunaan aset yang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-13/MBU/09/2014 tentang pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H