Lihat ke Halaman Asli

Basko Tidak Hargai Putusan MA

Diperbarui: 15 Mei 2018   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(suprizaltanjung.wordpress.com)

Usaha Basrizal Koto untuk menguasai lahan PT. KAI (Persero) terus berlanjut hingga saat ini, hal ini terbukti dari disitanya pagar rel yang dipasang di area hotel dan mall Basko.

Penyitaan yang dilakukan oleh oknum polisi ini menimbulkan tanda tanya besar, pasalnya penertiban yang dilakukan pada 18 Januari lalu adalah perintan Pengadilan Negeri Padang yang berdasarkan keputusan terakhir Mahkamah Agung (MA) di tingkat Kasasi dengan nomor 604/K/pdt/2014 tanggal 12 November 2014.

Isi dari putusan tersebut menyatakan bahwa PT. KAI (Persero) adalah pemilik sah lahan sengketa tersebut. Tidak terima dengan keputusan tersebut, pihak Basko mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang kemudian PK tersebut ditolak oleh MA pada tanggal 20 September 2017.

Dari keputusan pengadilan dan ditolak nya PK yang diajukan Basko, bisa disimpulkan bahwa lahan tersebut memang benar milik PT. KAI (Persero), keputusan yang diambil pasti juga melalui pertimbangan yang matang serta tidak menyalahi aturan hukum karena berdasarkan bukti yang diberikan dari pihak PT. KAI maupun pihak Basko.

Penyitaan ini menunjukkan bahwa pihak Basko tidak menghargai hukum karena PK yang diajukan oleh pihak Basko telah ditolak yang artinya perkara berakhir dengan memenangkan PT. KAI sebagai pemilk lahan. Ditambah lagi kini lahan tersebut digunakan sebagai tempat parkir oleh pihak Basko padahal seharusnya lahan tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak manapun tanpa seizin PT. KAI selaku pemilik lahan yang sah.

Perlu diketahui juga, jika memang ada penyitaan maka yang berhak untuk menyita adalah Pengadilan Negeri, bukan oknum polisi karena mereka tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan seperti itu.

Pada tahun 2004 terjadi perjanjian sewa-menyewa antara PT. Basko Minang Plaza dengan PT. KAI yang terletak di Kel. Air tawar Kec. Padang Utara Kodya Padang. Perjanjian tersebut dimulai pada tahun 1994 yang kemudian diperpanjang hingga tahun 2004 yang kemudian sejak tahun 2004 dan seterusnya tidak ada lagi perpanjangan kontrak sewa-menyewa.

Lalu pada tahun 2010 pihak Basko menerbitkan sertipikat lahan tersebut atas nama Basrizal Koto dimana saat ini sertipikat tersebut yang dijadikan senjata untuk mengklaim lahan PT. KAI (Persero).

Pada dasarnya bukti kepemilikan PT. KAI atas lahan tersebut adalah Grondkaart yang merupakan sebuah gambar penampang lahan yang dibuat untuk menunjuk suatu objek lahan dengan batas-batas tertentu yang tertera diatasnya.

Dasar hukumnya ialah Staatsblad van Nederlandsch Indie tahun 1870 nomor 55 tentang Agrarische Wet dan nomor 118 tentang Agrarische Besluit dimana ditegaskan bahwa semua yang dianggap sebagai tanah negara (staatsdomein) dan diperuntukkan untuk fungsi khusus (bestemming) dibuktikan dengan grondkaart.

Pihak Basko menolak mengakui Grondkaart sebagai bukti kepemilikan meskipun pemerintah Indonesia mengakui keabsahan Grondkaart, hal ini terbukti dari dimenangkannya PT. KAI oleh Pengadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline