Lihat ke Halaman Asli

Demi Keselamatan Warga, Pintu Perlintasan Liar Harus Ditutup

Diperbarui: 3 Maret 2018   11:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto; www.suara.com

Direktorat Jenderal Perkeretaapian (Dirjenka) menargetkan semua perlintasan sebidang baik yang resmi maupun liar akan ditutup pada tahun 2019 dikarenakan pembangunan jalur double track akan selesai pada tahun ini. Penutupan perlintasan ini banyak menuai pro dan kontra di berbagai daerah, salah satunya Madiun. Dikutip dari Surya.co.id, warga Desa Branggahan, Kecamata Ngadiluwih, Kabupaten Kediri merasa keberatan terhadap penutupan perlintasan tanpa palang di desa tersebut. Mereka berdalih bahwa penutupan jalan alternatif tersebut berdampak pada aktivitas warga bahkan berpotensi merugikan dari berbagai aspek. 

 Sebenarnya penutupan perlintasan sebidang adalah kewajiban dari Kemenhub dan Pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dimana dalam UU tersebut ditegaskan bahwa perlintasan sebidang yang tidak berizin harus segera ditutup dan setiap perlintasan sebidang yang sudah terdapat flyover atau underpass maka perlintasan sebidang sekitar wilayah tersebut harus ditutup demi keselematan masyarakat. 

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah tahun 2009 pun disebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas perlintasan sebidang. Pada pasal 79 juga dijelaskan bahwa Menteri, Gubernur atau Bupati sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang. Apabila hasil evaluasi terdapat perpotongan yang harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana yang telah disebut di atas dapat menutupnya.  

Sebagai informasi, yang bertanggungjawab dalam penutupan perlintasan sebidang ini adalah Kementerian Perhubungan RI sedangkan pelaksananya adalah Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DIrjenka) dan Dinas Perhubungan (Dishub) sedangkan PT. KAI (Persero) sebagai operator juga harus dilibatkan. 

Artinya baik Dirjenka, Dishub maupun PT. KAI (Persero) hanya menjalankan instruksi dari Kemenhub dengan mengacu pada UU dan PP yang telah disebutkan. Perlu diketahui juga bahwa perlintasan sebidang dan semua rambu-rambunya termasuk pengadaan pintu perlintasan adalah wewenang Dirjenka dan Dishub, PT. KAI hanya sebagai operator yang Pendukung.  

Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. KAI (Persero) Daop 6 Yogyakarta, tercatat bahwa pada tahun 2015 jumlah kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang yang berpintu maupun perlintasan yang tidak berpintu mecapai 169 kejadian dan jumlah tersebut terus meningkat pada tahun 2016 hingga mencapai 274 kejadian. 

Jumlah tersebut adalah kejadian yang dilaporkan dan dicatat oleh pihak PT. KAI (Persero), belum lagi ditambah dengan kejadian yang tidak dilaporkan. Pada intinya penutupan perlintasan tersebut demi keselamatan perjalanan kereta api dan pengguna jalan yang lain, toh sebenarnya sudah ada jalur lain yang bisa digunakan.  

Dengan adanya jalur double track maka frekuensi kereta api akan meningkat, otomatis kecepatan kereta juga akan bertambah sehingga perlintasan sebidang akan menjadi titik yang paling membahayakan sehingga penutupan pintu perlintasan merupakan langkah tepat demi keselamatan masyarakat sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline