Lihat ke Halaman Asli

Ningrum

Mahasiswi

Jawa Tengah Bebas Leptospirosis, Mungkinkah?

Diperbarui: 23 Mei 2019   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DOKPRI

Musim yang terus berubah dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat menyerang manusia. Selain penyakit demam berarah dengue atau DBD, terdapat satu lagi penyakit yang menyita perhatian masyarakat karena jumlah penderitanya yang tidak kalah dari DBD setiap musim penghujan tinggi yaitu penyakit Leptospirosis. Tanpa kita sadari, penyakit Leptospirosis ini sulit diprediksi kemunculannya, sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. 

Menurut Kementerian Kesehatan sepanjang tahun 2015 - 2017 menunjukkan angka kasus leptospirosis setiap tahunnya terdapat lebih dari 400 kasus, dengan jumlah tertinggi pada tahun 2016 dengan 830 kasus. 

7,35% diantara penderita leptospirosis meninggal dunia. Kemudian kasus leptospirosis menurun pada tahun 2017 dengan 640 kasus, namun angka kematiannya naik menjadi 16,88%. Sedangkan provinsi yang menempati jumlah kasus leptospirosis tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah yang menduduki peringkat pertama jumlah di Indonesia.

Tidak banyak diketahui, penyakit leptospirosis atau yang dikenal dengan penyakit kencing tikus ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri genus Leptospira yang pathogen. 

Bakteri ini berada pada kencing binatang seperti tikus, anjing, kucing, dan hewan-hewan yang lainnya. Penyebaran dari penyakit ini dapat disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk, sumber air yang tercemar oleh kencing hewan, perilaku hidup sehat (personal hygiene) yang rendah, dan musim penghujan yang menimbulkan banyaknya genangan air bahkan banjir. 

Sanitasi yang buruk menjadi kondisi yang dikatakan mudah untuk menyebarkan penyakit leptospirosis karena banyak hewan-hewan seperti tikus yang mungkin membawa bakteri Leptospira kencing sembarangan dan pada saat turun hujan bakteri dapat masuk melalui kulit yang sedang mengalami luka atau lecet. 

Pada kondisi air yang kotor, bakteri Leptospira mudah untuk bertahan hidup dan berkembang. Selain pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk, bakteri ini juga dapat dijumpai di genangan air, saluran air, sawah bahkan lumpur.

Di Jawa Tengah dengan data yang diketahui jumlah kasus leptospirosis pada tahun 2017 terdapat 316 kasus dengan jumlah korban meninggal 55 orang dan pada tahun 2018, menurut Yulianto Prabowo Kepala Dinas Kesehatan Jateng yang lalu, penyakit leptospirosis mencapai angka 427 kasus dan telah merenggut nyawa 89 orang. 

Jumlah yang dapat dibilang meningkat atau semakin tinggi ini cukup menyita perhatian masyarakat untuk lebih mengetahui apa itu penyakit Leptospirosis, apakah ada peran pemerintah dalam memberantas leptospirosis dan juga bagaimana upaya masyarakat dalam memberantas leptospirosis.

Apakah mungkin Jawa Tengah terbebas dari kasus leptospirosis? Jawabannya adalah mungkin. Dengan tingginya kasus Leptospirosis di Jawa Tengah yang semakin meningkat dari tahun 2017 dan tahun 2018 menjadi perhatian khusus dan seharusnya dapat digunakan menjadi pelajaran bagi Pemerintah maupun masyarakat Jawa Tengah sendiri. 

Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani penyakit leptospirosis sebelum terjadi contohnya seperti melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga kondisi lingkungannya agar tetap bersih agar terhindar dari berbagai penyakit salah satunya leptospirosis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline