Satu pekan ini ramai di media sosial gelombang pro dan kontra atas kebijakan pajak oleh Pemerintah Pusat. Kebijakan tersebut adalah adanya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025, hal ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021. Setelah diumumkan langsung oleh pemerintah, Menteri Keuangan Republik Indonesia menjelaskan bahwa tidak semua barang dikenakan PPN 12%. Salah satu yang dikenakan PPN 12 persen adalah kelompok barang mewah atau premium antara lain beras premium, buah-buahan premium, daging premium (daging wagyu, daging kobe), ikan mahal, udang dan king crab, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium dan listrik rumah tanggal 3500-6600 VA. Kebijakan ini diterapkan dengan tujuan memperkuat fiskal negara. Namun, ini tidak akan penulis bahas dalam tulisan ini karena PPN merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
Selain kenaikan tarif PPN yang pastinya menambah beban masyarakat, ada juga kritik mengenai penerapan pungutan tambahan terhadap Pajak Kendaraan Bermotor. Di beberapa media diberitakan bahwa mulai 5 Januari 2025, masyarakat pemilik kendaraan akan dikenakan penambahan pajak baru terhadap kendaraan bermotor sebesar 66 persen dan disertai dengan simulasi perhitungannya. Simulasi tersebut menunjukkan adanya penambahan pajak dari jumlah pajak yang dibayarkan saat ini. Lalu apakah hal itu benar?. Penulis mencoba untuk memberikan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham atau misinformasi, apalagi berita yang dijadikan sumber tersebut tidak memberikan informasi yang akurat, yang akan menyesatkan dan membuat masyarakat enggan membayar pajak kendaraan bermotornya.
Sebagai informasi awal perlu diketahui bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ada penambahan objek pajak daerah untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota. Objek pajak tersebut adalah Opsen Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan) untuk Provinsi dan untuk Kota/Kabupaten ada Opsen PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), dan Opsen BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor). Opsen sendiri adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu atas 3 jenis pajak daerah tersebut. Opsen bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui sinergi pemungutan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan implementasi dari Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang tersebut akan diberlakukan 3 (tiga) tahun setelah terbitnya Undang-Undang yang berarti di tahun 2025. Opsen PKB dan Opsen BBNKB ditujukan untuk percepatan penerimaan bagian Kabupaten/Kota atas PKB dan BBNKB, sementara opsen Pajak MBLB ditujukan untuk memperkuat fungsi penerbitan ijin dan pengawasan kegiatan pertambangan oleh Provinsi. Sasaran Wajib pajak Opsen PKB adalah Wajib PKB, Wajib pajak Opsen BBNKB adalah Wajib BBNKB serta Wajib pajak Opsen Pajak MBLB adalah Wajib pajak MBLB. Untuk pemungutannya sendiri dilakukan bersamaan dengan pemungutan pajak terutang dari PKB, BBNKB dan Pajak MBLB. Pengenaan Opsen PKB dan Opsen BBNKB sendiri tidak akan menambah beban pajak kepada wajib pajak, artinya wajib pajak PKB dan BBNKB tetap membayar kewajibannya setara dengan sebelum diberlakukan pungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB.
Masyarakat sebagai wajib Pajak Kendaraan Bermotor baik itu wajib pajak PKB maupun BBNKB membutuhkan informasi yang tepat. Sehingga simulasi yang beredar di media bahwa jumlah pajak yang dibayarkan saat ini mengalami penambahan sebesar 66 persen adalah informasi yang tidak benar. Penerapan tarif opsen sebesar 66 persen dari tarif PKB dan BBNKB itu telah diatur dalam Undang-Undang dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota/Kabupaten. Untuk mendapatkan jumlah tarif PKB dan BBNKB dengan pengenaan Opsen PKB dan Opsen BBNKB sebelumnya akan dilakukan penyesuaian tarif pajak dengan cara menurunkan tarif PKB maupun tarif BBNKB, kemudian hasil perkalian yang menghasilkan Pokok PKB dan Pokok BBNKB tersebut akan dikalikan dengan persentase Opsen PKB dan Opsen BBNKB. Untuk lebih jelasnya bisa lihat contoh simulasi sederhana untuk tarif PKB sebelum dan setelah diberlakukannya Opsen PKB dibawah ini:
Sebelum diberlakukannya Opsen PKB, misalnya sebuah Sepeda Motor memiliki Dasar Pengenaan Pajak Rp.10 Juta. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah ditetapkan tarif pajaknya 1.75% maka nilai PKBnya:
Pokok PKB = DP PKB x Tarif
= 10.000.000 x 1.75%
= 175.000
Setelah diberlakukannya Opsen PKB, dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tarif pajaknya menjadi 1.05% maka nilai PKBnya:
Pokok PKB = DP PKB x Tarif