Perdana Wahyu Santosa
[caption id="attachment_145538" align="alignleft" width="150" caption="funnyjokesandlaughs"][/caption] Krisis global 2011 yang dipicu oleh masalah fiskal AS dan Uni Eropa (UE) semakin tidak pasti penyelesaiannya. Proses politik AS dan UE yang diharapkan dapat memberikan solusi komprehensif justru menciptakan keraguan investor. Kebuntuan politik di dua epicentrum krisis global tersebut membuat pasar finansial baik di AS, Eropa maupun Asia kembali jatuh dalam beberapa hari terakhir. Investor tampaknya melakukan pengurangan dana dari aset-aset berisiko (risky assets) dan bersikap wait and see.
Penurunan indeks bursa saat ini dibayangi oleh spekulasi investor terhadap kongres supercommittee AS akan sulit mencapai kesepakatan kebijakan pemotongan anggaran minimal sebesar USD1,2 triliun. Pasar berharap membaiknya indikator ekonomi AS dan pembelian obligasi Italia dan Sanyol oleh Bank Sentral Eropa (ECB) yang membuat yield obligasi kedua negara tersebut turun. Langkah ECB tersebut hanya menurunkan persepsi risiko investasi kedua negara tersebut namun tentu saja bukan solusi substansial.
Situasi tersebut membuat bursa AS, Eropa dan Asia serta emerging market lainnya berada dalam teritori negatif. Bahkan Nikkei anjlok hingga level terendah sejak 12 Maret 2009. Bursa Eropa juga semakin tidak dipercaya lagi oleh investor. Efek menular (contagion) krisis semakin mengkhawatirkan negara-negara EU dan Non EU. BEI juga mengalami hal yang sama terjerumus kembali pada level 3670an karena berkorelasi positif dengan pergerakan indeks bursa global.
Implikasi politik yang semakin tidak pasti terhadap komitmen pemulihan ekonomi AS dan Eropa memang sudah diprediksi sejak awal Mei 2010. Secara umum, politikus AS dan Eropa dinilai menunda-nunda pengambilan keputusan sulit dan menyakitkan terhadap krisis fiskal ini sejak awal 2010 lalu. Akhirnya, setiap solusi ekonomi hampir pasti terbentur kepentingan politik, baik politik domestik maupun maupun antar negara EU. Sekalipun Yunani dan Italia sudah melakukan suksesi kepemimpinannya, tapi bukan berarti hambatan politik selesai begitu saja. Kekompakan Uni Eropa dalam mengatasi krisis fiskal juga semakin kurang menjanjikan. Bahkan Perancis dan Jerman kerap berbeda pendapat soal kebijakan ECB.
Pergerakan bursa global diprediksi akan sideways cenderung down trend yang merupakan refleksi ketidak percayaan investor terhadap solusi ekonomi-politik yang berlarut-larut. Wait and see adalah langkah paling rasional saat ini sambil terus mewaspadai perkembangan krisis AS dan EU serta spreading economic crisis. Harap diingat bahwa potensi double dip recession di Eropa belum sepenuhnya hilang, jadi para pelaku pasar modal Indonesia diwajibkan tetap siaga terhadap kemungkinan terburuk, bahkan lebih buruk dari level 3200an karena pemulihan ekonomi global masih sangat rapuh (fragile).
Note: Sebagian isi artikel ini pernah dimuat di www.imq21.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H